Wednesday, December 14, 2016

makalah teologi islam kaum khawarij

PENDAHULUAN
Peradaban yang telah dibangun umat Islam telah mengalami banyak liku-liku, ketidakpuasan manusia yang selalu muncul, membuat terjadinya pemikiran-pemikiran dalam perjalanannya. Kegagalan di perang Shiffin telah menimbulkan akibat yang sangat buruk di kalangan tentara khalifah Ali bin Abi Tholib. Ada sebagian dari mereka melepaskan diri dari tentara Ali dan memberontak untuk memerangi Ali dan Mu’awiyah. Golongan ini menamakan dirinya Khawarij.
Ketidak puasan atas terjadinya tahkim antara Ali dan Mu’awiyah telah menyulut sebagian dari tentara Ali untuk memisahkan diri dan melakukan pemberontakan. Inilah generasi pertama Khawarij lahir. Mereka menolak hasil dari tahkim yang menyebabkan kalahnya Ali dan turunnya dari jabatan sebagai Khalifah. Dengan jumlah sekitar dua belas ribu orang akhirnya mereka melakukan pemberontakan. Khawarij bersikap bermusuhan terhadap Ali maupun terhadap Mu’awiyah. Mereka beranggapan, orang-orang Islam selain mereka sendiri adalah kafir dan halal darahnya serta kekayaannya. Penjelasan tersebut merupakan seddikit gambaran mengenai munculnya aliran khawarij
Dalam makalah ini kami mencoba untuk lebih menguraikan sejarah tentang aliran Khawarij ,penyebab atau hal-hal yang melatarbelakangi munculnya aliran khawarij, perkembangan aliran khawarij , serta doktrin-doktrin yang ada didalamnya dan ajaran pokok yang dianutnya
Rumusan Masalah:
Rumusan masalah yang ada dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian aliran Khawarij?
2.      Apa yang melatarbelakang munculnya aliran khawarij?
3.      Apasaja doktrin-doktrin ajaran aliran khawarij?
4.      Bagaimana perkembangan aliran khawarij?
5.      Siapasaja tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran khawarij?
6.      Apa dampak positif dan negative dari aliran khawarij?



\
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Aliran Khawarij
Harun Nasution menyebutkan bahwa nama Khawarij berasal dari kata Kharaja yang berarti keluar. Nama itu sendiri diberikan kepada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali.[3] Tetapi ada pendapat lain mengatakan pemberian nama itu didasarkan atas ayat Al-Qur’an surat an-Nisa’: 100 menyebutkan:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOIV1gyW5gb3gIAhx5KqWikxXuh4rYUFWh8zFKvSRJ6nVbWOc0e6kyri2WpjcjuqBRm_NsqoBGMc6A_cUCMMA_jxr4-sqN1Yb3oCiu80Qe5ho-H4MErvW2qIT3ki4mOWxyR6vn1V9SLcw1/s320/3.png

 Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisaa’: 100)
Dengan demikian kaum Khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dan kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya. Kaum khawarij kadang-kadang juga menamakan golongan mereka kaum Syurah, artinya kaum yang mengorbankan dirinya untuk kepentingan keridhoan Allah. Sebagaimana tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 207:
2:207 
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QS. Al-Baqarah: 207).
Dan, mereka juga sering disebut Haruriyah dari kata Harura yaitu nama desa yang terletak di dekat Kufa di Irak. Di tempat inilah mereka berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali berjumlah dua belas ribu orang dengan memilih Abdullah Ibn wahab al-Rasid menjadi imam sebagai ganti dari Ali Ibn Abi Thalib.[4]
2.      Latar Belakang Munculnya Khawarij
Wafatnya Nabi Muhammad SAW membuat umat Islam kehilangan pemimpin yang dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi mereka. Nabi sendiri semasa hidup tidak menunjuk seorang pun kelak yang akan menggatikannya. Hal ini menyebabkan timbulnya dua teka-teki besar yang akan mengantarkan Islam kedalam rentangan sejarah yang dibicarakan seakan tak berujung, yaitu pertama, golongan mana yang akan menggantikan kepemimpinan Nabi. Kedua, bagaimana cara pemilihan pimpinan itu dilangsungkan? Al Quran pun secara tegas tidak mencantumkan siapa yang akan memimpin.
Meski penuh pertentangan, akhirnya disepakati bahwa Abu Bakar diangkat menjadi Penganti atau khalifah Nabi dalam memimpin umat Islam ketika itu. Setelah wafat, ia digantikan oleh Umar Bin Khathab dan Umar digantikan oleh Ustman Bin Affan.
Masa enam tahun kekhalifahan Ustman dinilai berjalan dengan lancar dan baik. Namun pada tahun ketujuh, Ustman telah melakukan kesalahan besar dengan mengangkat beberapa saudaranya untuk menduduki posisi politik dalam pemerintahan. Kebijakan ini diprotes keras dan dianggap sebagai tindakan nepotisme dan koruptif. Tak kurang beberapa orang tokoh terkemuka ketika itu mendesak Ustman untuk memperbaiki keadaan. Ustman ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan akhirnya terlambat. Ia terbunuh secara menyedihkan saat membaca Al Quran di rumahnya. Inilah awal permulaan munculnya pembunuhan pimpinan politik Islam secara konstitusional dalam sejarah politik Islam.[1]
Ali bin Abi Thalib kemudian tampil ke pentas politik menggantikan Ustman. Namun pengangkatan Ali ini ditolak beberapa gelintir tokoh terkemuka, seperti Thalhah dan Zubair, dengan dukungan politik dari Aisyah, istri Nabi. Pertempuran pun berkobar yang terkenal dengan perang Jamal tahun 656 M. Kelompok oposisi ini dapat dipatahkan, namun muncul pula kelompok oposisi lain yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Damaskus, yang diangkat pada masa Ustman. Ia menolak kekhalifahan Ali dan menuntutnya untuk menghukum komplotan pembunuh Ustman, bahkan lebih jauh Ali secara terselubung dianggap terlibat dalam skenario pembunuhan itu. Peperangan tak dapat dihindari lagi. Pertempuran ini terkenal dengan perang Shiffin, terjadi bulan Juli 657 M.
           
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, asal mulanya kaum Khawarij adalah orang yang mendukung Sayyidina Ali. Akan tetapi, akhirnya mereka membencinya karena dua anggota lemah dalam menegakkan kebenaran, mau menerima tahkim yang sangat mengecewakan, sebagaimana mereka juga membenci Mu’awiyah karena melawan Sayyidina Ali Khalifah yang sah.[6]
Munculnya nama golongan Khawarij adalah setelah peristiwatahkim, yaitu sebagai upaya menyelesaikan peperangan antara Ali bin Abi Thalib disatu pihak dengan Mu’awiyah dipihak lain. Peperangan kedua pihak itu terjadi disebabkan Mu’awiyah pada akhir 37 H, menolak mengakui kekholifahan Ali bin Abi Thalib. Karena setelah Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kotanya ke al- Kufah.[7] Setelah adanya penolakan tersebut Mu’awiyah segera menghimpun pasukannya untuk menghadapi kekuatan Ali sehingga pecahlah peperangan Siffin pada tahun 37 H/ 658 M.
Dalam peperangan ini tentara Ali di bawah pimpinan Malik al-Asytar hamper mencapai titik kemenangannya, yaitu tentara Ali dapat mendesak tentara Mu’awiyah. Dan, melihat pasukannya terdesak mundur ‘Amru bin Asy panglima tertinggi pasukan Mu’awiyah memerintahkan pasukannya mengangkat tinggi-tinggi al-Qur’an dengan ujung tombak sambil berkata al-Qur’an yang akan menjadi hakim diantara kita. Marilah kita bertahkim dengan kitabullah. Kemudian Ali mendapat desakan dari pimpinan-pimpinan pasukannya agar mau menerima ajakan tersebut sehingga pun tidak bisa berbuat apa-apa selain mengabulkan permintaannya untuk menerima. Sebagai realisasi dari diterimanya perjanjian tersebut dalam Encyclopedie of Islam yang isinya sebagai berikut:

 “suatu perjanjian telah direncanakan di Siffin pada Safar 37 H/ 657 M. dan telah ditunjukkan dan dijelaskan dalam tahkim itu dua orang sebagai perantara yaitu Abu Musa al-Asy’ari dan Ali dan Amr Ibnu al-Asy untuk Mu’awiyah yang akan mengumumkan keputusan mereka pada tempat yang mereka telah tentukan yaitu di tengah antara Syiria dan Iraq”. Tetapi sebagaian di antara pasukan Sayyidina Ali ada yang tidak suka menerima ajakan tahkim itu, karena mereka menganggap bahwa orang yang mau berdamai ketika pertempuran adalah orang yang ragu akan pendiriannya dalam kebenaran peperangan yang ditegakkannya. Hukum Allah sudah nyata kata mereka. Siapa yang melawan Khalifah yang sah harus diperangi.
“kita berperang guna menegakkan kebenaran demi keyakinan kepada agama kita. Kenapa kita mau berhenti perang sebelum mereka kalah”, kata mereka. Akhirnya kaum ini membenci Ali r.a. karena dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, sebagaimana mereka membenci Mu’awiyah karena melawan Khalifah yang sah. Kaum inilah yang dinamakan Khawarij, kaum yang keuar dan memisahkan diri dari Ali.[8]
Berdasarkan keterangan di atas dapat difahami bahwa timbulnya Khawarij adalah persoalan politik yang berubah kemudian menjadi soal kepercayaan atau dogmatis teologi. Mereka menuduh Khalifah Ali bin Abi Thalib lebih percaya pada putusan musuh dan mengenyampingkan putusan Allah yaitu menerima tahkim yang menjadi sebab perpecahan dan perbedaan pendapat sampai tingkat dogmatis teologi.
Jadi, setelah menerima prinsip arbitrase yang merugikan pihak Ali, sebagian pengikut-pengikutnya keluar dari golongan Ali dan menamakan diri mereka dengan golongan Khawarij dan merupakan sekte pertama lahir dalam islam. Mereka menentang arbitrase dengan prisip la hukma Illa Lillah. [9]Permasalahan tahkim. inipun menjadi sebab yang kuat dari pemberontakan dan kemunculan Khawaarij, karena mereka mengkafirkan Ali lantaran keridhoan beliau terhadap perkara ini. Kedzaliman para penguasa dan tersebarnya kemungkaran yang banyak dikalangan manusia. Demikianlah slogan dan propaganda mereka dalam khutbah-khutbah dan tulisan-tulisan mereka untuk mengambil simpati umat Islam dengan mengatakan bahwa para penguasa telah berbuat kedzaliman dan kemaksiatan telah menyebar dan merebak pada masyakat yang ada sehingga perlu mencegahnya,akan tetapi pada hakikatnya apa yang mereka lakukan dengan memberontak terhadap penguasa itu lebih besar dari pada kemungkaran dan kedzoliman yang ada,karena mereka menganggap bahwa membunuh orang yang menyelisihi mereka merupakan satu ketaatan yang bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah dan menganggap semua penguasa mulai dari Ali kemudian Bani Umayah dan Abasiyah adalah dzolim tanpa klarifikasi dan kehati-hatian, padahal menegakkan keadilan dan mencegah kemungkaran bisa dilakukan dengan cara yang lain tanpa harus mengorbankan dan menumpahkan darah-darah orang yang menyelisihi mereka baik penguasa atau rakyat.
Disamping faktor-faktor penyebab diatas, kemunculan kelompok khawarij juga disebabkan oleh :
1.      Fanatisme kesukuan.
Fanatisme kesukuan ini merupakan satu dari sebab-sebab munculnya Khawarij. Fanatisme kesukuan ini telah hilang pada zaman Rasulullah dan Abu Bakar serta Umar, kemudian muncul kembali pada zaman pemerintahan Utsman dan yang setelahnya. Dan pada masa Utsman fanatisme tersebut mendapat kesempatan untuk berkembang karena terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan-jabatan penting dalam kekhilafahan sehingga Utsman di tuduh mengadakan gerakan nepotisme dengan mengangkat banyak dari keluarganya untuk menjabat jabatan-jabatan strategis di pemerintahannya,dan inilah yang dijadikan hujjah oleh mereka untuk mengadakan kudeta terhadapnya.
2.      Faktor ekonomi,
Semangat ini dapat dilihat dari kisah Dzul Khuwaishiroh bersama Rasulullah dan kudeta berdarahnya mereka terhadap Utsman, ketika mereka merampas dan merampok harta baitul-mal langsung setelah membunuh Utsman, demikian juga dendam mereka terhadap Ali dalam perang jamal, ketika Ali melarang mereka mengambil wanita dan anak-anak sebagai budak rampasan hasil perang sebagimana perkataan mereka terhadap Ali: Awal yang membuat kami dendam padamu adalah ketika kami berperang bersamamu di hari peperangan jamal, dan pasukan jamal kalah, engkau membolehkan kami mengambil apa yang kami temukan dari harta benda dan engkau mencegah kami dari mengambil wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka.
3.      Semangat keagamaan.
ini pun merupakan satu penggerak mereka untuk keluar memberontak dari penguasa yang absah.
3.      Doktrin Ajaran Khawarij
a. Doktrin Politik
1) Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam
2) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim     berhak menjadi khalifah apabila sudah memenhi syarat.
3) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezhaliman
4) Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Usman) adalah sah. Tetapi setelah tahun ketujuh kepemimpinan Usman bin Affan dianggap telah menyeleweng.
5) Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah sah. Tetapi setelah arbritase dianggap telah menyeleweng.
6) Muawiyah, Amru bin Ash dan Abu Musa adalah kafir karena menyeleweng. Khawarij menganggap kafir berdasarkan firman Allah di surat Al-Maidah:44
7) Pasukan Jamal yang melawan Ali juga kafir. [2]
b. Doktrin Teologis
1)      Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh.     Yang sangat anarkis lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan   resiko ia harus menanggung beban harus dilenyapkan.[3]
2)      Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedangkan golongan mereka sendiri berada dalam dar al-islam (negara Islam)
3)      Seseorang harus menghondar dari pimpinan yang menyeleweng.
4)      Adanya waad dan waid (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang        jahat masuk dalam neraka)
c. Doktrin Sosial
1)      Amar ma’ruf nahi munkar
2)      Memalingkan ayat ayat Al-quran yang tampak mutasabihat (samar)
3)      Quran adalah makhluk
4)      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan
4.      Perkembangan aliran khawarij
Khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang arab badui yang hidup sederhana di padang pasir yang tandus, bersifat keras hati dan berani dan merdeka tidak tergantung pada orang lain. Diantara sekte atau kelompok yang terkenal dalam kaum khawarij yaitu:
1.      Kaum Al-Muhakimmah
Sekte Al Muhakimmah merupakan generasi pertama dan terdiri dari pengikut ali dalam perang shifin, mereka kemudian keluar dari barisan Ali dan berkumpul di Harurah dekat Khufah untuk menyusun kekuatan guna melakukan pemberontakan terhadap ali bin abi thalib. Mereka disebut Al Muhakimmah sesuai dengan prinsip dari golongan mereka: la hukma illa Allah (tidak ada hukum selain hukum Allah) dengan prinsip tersebut, mereka berpandangan tidak sah menetapkan hukum selain hukum Allah yaitu Alquran.
Menurut ajaran Muhakimmah semua orang yang melakukan dosa besar termasuk kafir. Sedangkan yang mereka maksudkan dengan dosa besar tersebut adalah berzina dan membunuh tanpa sebab.
2.      Al Azariqah
Pemberian nama sekte ini dinisbahkan pada pendirinya Abi Rasyid Nai bin al Azraq.menurut para ahli sejarah sekte ini dikenal paling ekstrim dan radikal dari pada sekte lainnya dikalangan khawarij. Hal ini ditandai dengan dipergunakannya term musyrik bagi orang yang melakukan dosa besar sedangkan sekte lain hanya menggunakan term kafir. Term musyrik dalam islam merupakan dosa yang paling besar melebihi dosa kafir.
3.      Al Najdah
Nama sekte ini berasal dari nama pemimpinnya Najdah bin Amir Al Hanafi. Sekte ini merupakan sepaham dengan Al Azariqah karena mereka tidak setuju dengan term musyrik yang diberikan kepada orang yang tidak mengikuti paham Al Azariqah dan halal dibunuhnya perempuan dan anak-anak orang islam yang tidak sepaham dengan mereka dengan alasan musyrik.
4.      Al Ajaridah
Ajaridah adalah pengikut Adul Karim bin Ajrad. Menurut mereka hijrah bukan merupakan kewajiban tetapi kebajikan sehinggga bila pengikutnya tinggal diluar kekuasaan mereka tidak dianggap kafir.
5.      Ash Sufriyah
Sekte ini adalah pengikut Ziyad bin Al Ashfar. Menurut kelompok ini orang yang melakukan dosa besar dikenakan had sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah. Seperti pencuri, pezina dan sebagainya. Sedangkan peaku dosa besar yang tidak ada hadnya maka disebut kafir namun demikian ada yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar yang tidak ada hadnya tidak boleh dikafirkan kecuali atas keputusan hakim.
6.      Al Ibadiyah
Aliran ini dipimpin oleh ‘Abdullah ibn Ibadh. Mereka merupakan penganut paham Khawarij yang paling moderat dan luwes serta paling dekat dengan paham Sunni. Sehingga aliran ini masih bertahan sampai sekarang.[12]
Beberapa pendapat mereka yang menonjol adalah:
a)      Orang Islam yang berbeda paham dengan mereka bukan orang musyrik, tetapi juga bukan orang mu’min. Mereka menamakannya dengan orang kafir, akan tetapi bukan kafir dalam hal keyakinan, karena orang tersebut tidak mengingkari adanya Allah swt.
b)      Haram memerangi orang yang tidak sepaham dengan aliran Ibadhiyyah, dan wilayah mereka adalah wilayah tauhid dan Islam, kecuali wilayah pasukan tentara pemerintah. Akan tetapi mereka menyembunyikan pendapat itu.
c)      Harta rampasan dari kaum muslimin yang menjadi lawan mereka haram diambil, kecuali kuda, senjata dan perlengkapan peranng lainnya, sedangkan emas dan perak harus dikembalikan.
d)     Orang yang berbeda pendapat dengan Ibadhiyyah dapat menjadi saksi dalam suatu perkara, boleh menikahi mereka, serta saling mewarisi antara mereka dan penganut Khawarij lainnya tetap berlaku.[13]










5.       Tokoh-tokoh Kelompok Khawarij
Berdasarkan catatan sejarah, gerakan kelompok khawarij ini terpecah menjadi dua cabang besar yaitu :
1.      Kelompok Khawarij yang bermarkas di wilyah Bathaih, yaitu kelompok yang mengusai dan mengawasi kaum khawarij yang berada di Persia dan disekeliling Irak. Cabang ini dipimpin oleh Nafi’ bin azraq dan Qatar bin Faja’ah
2.      Kelompok Khawarij yang bermarkas di Arab Daratan, yaitu kelompok yang mengusai dan mengawasi kaum khawarij yang berada di Yaman, Hadhramaut dan Thaif, Cabang ini dipimpin oleh Abu Thaluf, Najdah bin ‘Ami dan Abu Fudaika
6.      Dampak Positif dan Negatif kelompok khawarij
Sisi Positif Khawarij:
a.       Dalam lapangan ketatanegaraan, mereka lebih bersifat demokratis, karena menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh ummat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal orang Islam, sekalipun ia hamba sahaya yang berasal dari Afrika.
b.      Kaum Khawarij bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikirannya.
c.       Golongan al-Maimuniah, yang menganut paham qadariah beranggapan bahwa mereka semua perbuatan manusia, baik dan buruk timbul dari kemauan dan kekuasaan manusia itu sendiri.
Sisi Negatif Khawarij:
a.       Mereka menganggap Usman dan Ali bagi mereka telah menjadi kafir: demikian pula halnya dengan Mu’awiyyah, ‘Amr Ibn al-‘As, Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang mereka anggap telah melanggar ajaran-ajaran Islam adalah kafir.
b.      Sikap mereka yang terus-menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang ada di zaman mereka.
c.       Mereka suka menggunakan kekerasan dan tak gentar mati.
d.      Iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatic ini membuat mereka tidak bias mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun dalam bentuk kecil.
e.       Semua orang yang tidak sepaham dengan mereka adalah musyrik (al-Azariqah)[1].



PENUTUP
Mazhab Khawarij telah tumbuh dan berkembang dengan cara yang keras dan ekstrim dalam memahami ajaran islam. Kehidupan dan lingkungan yang tidak begitu kondusif menjadikan mereka memahami ajaran Islam apa adanya tanpa ada usaha untuk memahami lebih lanjut tentang makna apa saja yang terkandung dalam wahyu Allah SWT.
Pengkafiran yang begitu mudah mereka lontarkan bagi orang-orang yang di luar paham mereka telah menyulut perpecahan bahkan pertumpahan darah yang tidak sedikit. Bagaimanapun islam datang bukan sebagai sebuah aliran yang mengelompokkan manusia tapi lebih pada menyatukan manusia, tergantung pada masing-masing individu bagaimana memahami dan mengamalkanya.




[1] Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1978), hlm.1.
[2] Amat Zuhri, Warna-Warni Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Yogyakarta: Gama Media Yogyakarta, cetakan 1. 2008), hlm. 8
[3] Harun nasution, teologi Islam, Aliran-aliran sejarah analisis perbandingan (Jakarta: UI-Press, cetakan V, 1986), hlm.11
[4] Mulyadi & Bashori, Studi Ilmu Tauhid/ Kalam, (Malang:UIN Maliki Press (Aggota IKAPI, 2010), hlm.102-104.
[5] Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKPAI, cetakan V, 1998), hlm 124-125.
[6] Sahilun A. Nasir, Kiai Haji, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 123.
[7] Mulyadi & Bashori, OP.Cit, hlm. 100.
[8] Mulyadi & Bashori, Ibid, hlm. 101-102.
[9] Mulyadi & Bashori, Ibid, hlm. 104.
[10] Sahilun A. Nasir, Kiai Haji,Op.Cit, hlm. 131-135.
[11] Mulyadi & Bashori, OP.Cit, hlm. 107.
] Azariqah adalah golongan yang dapat menyusun barisan baru dan besar lagi kuat sesudah golongan al-Muhakkimah hancur.
[2] Golongan Murji’ah Moderat
[3] Golongan Murji’ah ekstrim
[4] Zat disini dipakai bukan dalam arti yang dikenal di dalam bahasa Indonesia yaitu benda materi, tetapi dalam arti aslinya yang dipakai di dalam bahasa Arab, yaitu esensi.
[5] Abu Mansur memiliki kedudukan tinggi di kalangan para pengikut Maturidiyah sehingga mereka menjulukinya dengan “Imam al-Huda dan Imam al-Mutakallimin”.
[6] Hasan Tholhah Muhammad, Aswaja Dalam Persepsi Tradisi UN, Jakarta: 25.
[7] Djamaluddin Amin M., Ahmadiyah dan Pembajakan Al-qur’an, Jakarta: LPPI, 2005, hlm. 195.
[8] Djamaluddin Amin M., Ahmadiyah dan Pembajakan Al-qur’an, Jakarta: LPPI, 2005, hlm 72-76.
[9] Harun Nasation, Teologi islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan, UI.Press, cet ke 5. Jakarta. 1986, hlm. 31.
[10] Pendapat Jabariyah Moderat
[11] Pendapat Jabariyah Ekstrim
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam. Terjemahan Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib dari tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah, Jakarta: Logos
Ahmad, Muhammad. 1998. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
Amin M, Djamaluddin. 2005. Ahmadiyah dan Pembajakan Al-qur’an, Jakarta: LPPI
A.    Nasir, Sahilun dan  Kiai Haji. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyadi & Bashori. 2010. Studi Ilmu Tauhid/ Kalam. Cetakan 1. Malang: UIN Maliki Press (Anggota IKAPI).
Nasution, Harun. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. cetakan V. Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKPAI.
Zuhri, Amat. 2008. Warna-Warni Teologi Islam (Ilmu Kalam). cetakan 1. Yogyakarta: Gama Media Yogyakarta.


























DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam. Terjemahan Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib dari tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah, Jakarta: Logos
Ahmad, Muhammad. 1998. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
A. Nasir, Sahilun dan  Kiai Haji. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mulyadi & Bashori. 2010. Studi Ilmu Tauhid/ Kalam. Cetakan 1. Malang: UIN Maliki Press (Anggota IKAPI).
Nasution, Harun. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. cetakan V. Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKPAI.
Zuhri, Amat. 2008. Warna-Warni Teologi Islam (Ilmu Kalam). cetakan 1. Yogyakarta: Gama Media Yogyakarta.

















           


  


.









[1]  M. Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta. Amzah. 2012. Hlm 12
[2] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar. Ilmu Kalam (untuk uin, ptain, stain). Bandung. Pustaka Setia. 2001. Hlm 51.
[3] Ibid hlm 51






No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah berkunjung, jangan lupa beri komentar ya ?