Keberadaan Bank Sperma Menurut Hukum Islam
bank sperma
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di
bekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan
fertilitas sperma. cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel
cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel
dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat
tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.
Hal ini dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Tentu saja,
semen-semen yang akan didonorkan perlu menjalani serangkaian
pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari segi pendonor
seperti adanya kelainan-kelainan genetik.
Dengan adanya cryobanking ini, semen dapat disimpan dalam jangka
waktu lama, bahkan lebih dari 6 bulan (dengan tes berkala terhadap HIV
dan penyakit menular seksual lainnya selama penyimpanan). Kualitas
sperma yang telah disimpan dalam bank sperma juga sama dengan sperma
yang baru, sehingga memungkinkan untuk proses ovulasi.
Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari donor, bank
sperma juga dapat dipergunakan oleh para suami yang produksi sperma-nya
sedikit atau bahkan akan terganggu. Telah disebutkan diatas, bank sperma
dapat dipergunakan oleh mereka yang produksi sperma-nya akan terganggu.
Dengan bank sperma, semen dapat dibekukan dan disimpan sebelum
vasektomi untuk mempertahankan fertilitas sperma.
Munculnya bank sperma dilatarbelakangi sebagai berikut :
Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan pada seorang pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak.
Memperoleh generasi jenius atau orang super
Menghindarkan kepunahan manusia
Memilih suatu jenis kelamin
Mengembangkan kemajuan teknologi terutama dalam bidang kedokteran.
Lepas dari semua yang melatarbelakangi munculnya bank sperma, Islam
menjawab dengan mengedepankan kemuliaan pasangan suami-istri yang di
ikat dalam sebuah pernikahan. Hasil dari akad yang berlaku, suami dan
isteri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan keduanya adalah halal
untuk satu sama lain. Sebab itulah akad perkawinan ini dikatakan sebagai
satu akad untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki
dengan wanita, yang sebelumnya diharamkan.
Q.S. Al Hujuraat : 13 :
"Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal"
Q.S Al Qiyaamah : 39:
"Lalu allah menjadikan dari padanya sepasang : laki-laki dan perempuan"
Hubungan suami-istri semata-mata bukan hanya untuk mendapatkan
kepuasan seks tetapi juga untuk memperoleh keturunan yang baik sebagai
penerus generasi bagi keluarganya. Anak yang dilahirkan dari hasil
perkawinan yang sah dari segi hukum syara' memudahkan untuk hukum lain
seperti nasab, waris dan benda pusaka. Berbeda dengan anak zina akan
mempersulit untuk hukum yang lainnya.
Anak merupakan penerus garis keturunan yang menjadi dambaan bagi
setiap pasangan. Tetapi tidak jarang bagi setiap pasangan yang telah
lama menikah tidak memiliki keturunan/anak. Ini merupakan suatu masalah
yang tidak dapat dianggap sepele, banyak dari masing-masing pasangan
memilih jalan alternatif diantaranya mengadopsi, poligami, perceraian,
yang terakhir melakukan inseminasi buatan dengan membeli sperma di bank
sperma.
Alternatif yang terakhir dalam hukum Islam merupakan permasalahan
yang sangat besar dan harus di tanggapi serius mengingat pesatnya
kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran. Inseminasi buatan dengan
donor yang dibeli dari bank sperma pada hakikatnya merendahkan hakikat
manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi, padahal manusia itu
tidak sama dengan makhluk lainnya.
Pada bank sperma dalam pengumpulan sperma yang diambil dari para
pen-donor sperma dilakukan dengan cara mastrubasi (onani). Secara umum
Islam memandang melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak
etis. Mengenai masalah hukum onani fuqaha berbeda pendapat. Ada yang
mengharamkan secara mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal
tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula
yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah,
Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan
adalah bahwa Allah SWT memerintah kan menjaga kemaluan dalam segala
keadaan kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Hanabilah
berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina,
maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul :
"Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib"
Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya
haram. Ibnu hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa
tetapi tidak etis. Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar
dan Atha` bertolak belakang dengan pendapat Ibnu Abbas, hasan dan
sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah. Al-Hasan justru mengatakan
bahwa orang-orang Islam dahulu melakukan onani pada masa peperangan.
Mujahid juga mengatakan bahwa orang Islam dahulu memberikan toleransi
kepada para pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik buat
laki-laki maupun perempuan. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat
Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu. Telah menjelaskan kemadharatan onani
mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan
tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat
dengan Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu
Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang dilakukan
oleh isteri atau ammahnya karena itu memang tempat kesenangannya:
"Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui tangan
isteri atau hamba sahayanya karena di sanalah (salah satu) dari tempat
kesenangannya"
Tahapan yang kedua setelah bank sperma mengumpulkan sperma dari
bebera pen-donor maka bank sperma akan menjualnya kepada pembeli dengan
harga tergantung kwalitas spermanya setelah itu agar pembeli sperma
dapat mempunyai anak maka harus melalui proses yang dinamakan enseminasi
buatan yang telah dijelaskan diatas. Hukum dan pendapat inseminasi
buatan menurut pendapat ulama` apabila sperma dari suami sendiri dan
ovum dari istri sendiri kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus
istri, asal keadaan kondisi suami isteri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan
cara pembuahan alami, suami isteri tidak berhasil memperoleh anak. Hal
ini sesuai dengan Kaidah Hukum Fiqih Islam :
"Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti
dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu
membolehkan melakukkan hal-hal yang terlarang"
Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi buatan
yang bibitnya berasal dari suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut,
Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry.
Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi buatan jenis ini Majelis
Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI, Mejelis
Ulama` DKI jakarta, dan lembaga islam OKI yang berpusat di Jeddah.
Untuk dari suami-isteri dan ditanamkan pada orang lain atau lain
sebagainya selain hal yang diatas demi kehati-hatiannya maka ulama dalam
kasus ini mengharamkannya. Diantaranya adalah Lembaga fiqih islam OKI,
Majelis Ulama DKI Jakarta, Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawy, al-Ribashy
dan zakaria ahmad al-Barry dengan pertimbangan dikhawatirkan adanya
percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini
sesuai dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang masalah bayi
tabung atau enseminasi buatan :
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
MEMUTUSKAN
Memfatwakan :
Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan suami isteri
yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar
berdasarkan kaidah-kaidah agama.
Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim
isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri
pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, sebab hal
ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah
warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai
ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah
meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari'ah,
sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya
dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain
pasangnya suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya
sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang
sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, yaitu untuk
menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Jakarta, 13 Juni 1979
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Dalam malah munculnya bank sperma ada juga yang berpendapat hal ini,
Terdapat dua hukum yang perlu difahami di sini, pertama, hukum
kewujudan bank sperma itu sendiri dan kedua, hukum menggunakan khidmat
bank tersebut yakni mendapatkan sperma lelaki untuk disenyawakan dengan
sel telur perempuan bagi mewujudkan satu kehamilan dengan cara
enseminasi buatan. Pertama dari segi hukum kewujudan bank sperma itu
sendiri, maka hal ini tidaklah dengan sendirinya menjadi satu keharaman,
selama bank tersebut mematuhi Hukum Syara’ dari segi operasinya.
Ini kerana dari segi hukum, boleh saja para suami menyimpan air mani
mereka di dalam bank sperma hanya untuk isterinya apabila keadaan
memerlukan, Namun begitu, sperma itu mestilah dihapuskan apabila si
suami telah meninggal. Sperma tersebut juga mesti dihapuskan jika telah
berlaku perceraian (talaq ba’in) di antara suami isteri. Di dalam
kedua-dua kes ini (kematian suami dan talaq ba’in), jika (bekas) isteri
tetap melakukan proses memasukkan sel yang telah disimpan itu ke dalam
rahimnya, maka dia (termasuk doktor yang mengetahui dan membantu) telah
melakukan keharaman dan wajib dikenakan ta’zir. kedua menggunakan
khidmat bank sperma tersebut yakni mendapatkan sperma lelaki untuk
disenyawakan dengan sel telur perempuan bagi mewujudkan satu kehamilan
dengan cara enseminasi buatan hal ini juga sama seperti pendapat yang
tela dijelaskan diatas yang dibolehkan hanya percampuran antara sperma
suaminya sendiri dengan ovum isterinya sendiri.
KESIMPULAN
Permasalahan yang telah dibahas diatas merupakan fenomena yang ada
dalam masalah perkawinan untuk membentuk keluarga, dalam hukum Islam hal
itu telah diatur, munculnya bank sperma antara lain karena untuk
mewujudkan keturunan bagi para suami istri yang mandul atau tidak punya
anak, menurut pendapat pemakalah dari mengingat dan menimbang beberapa
penjelasan di atas kehadiran bank sperma tidak dibenarkan dalam hukum
Islam, meskipun ada beberapa yang membolehkan dengan alasan bank sperma
mematuhi peraturan hukum syara` tapi kami bertolak belakang dari
pendapat itu, hal itu memang mungkin tapi kalo di pikir lebih panjang
lagi hal itu sangat sulit dilakukan dan lebih banyak madhorotnya
(bahayanya), Pertama demi menjaga hubungan nasab agar tidak ada
percampuran nasab, Kedua, percampuran sperma dan ovum antara seroang
laki dan perempan (bukan suami istri) dengan persetubuhan atau
percamuran dengan inseminasi buatan dihukumi zina, Ketiga, bisa saja
orang punya anak dan tidak punya suami yang menjadikan seorang perempuan
tidak mau kawin, Keempat, menurunnya jumlah perkawinan dalam dalam
sebuah negera, Kelima, ketidak bolehan pada langkah yang pertama yang
dilakukan bank sperma dalam mengambil sperma dari para pe-donor dengan
cara onani seperti dijelaskan diatas, meskipun banyak ulama
memperbolehkan hal itu karna kami berpedoman pada Al-qur`an 24 An Nuur :
30 :
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat"
Menjelaskan mengeluarkan kemaluannya tidak boleh apalagi onani, hal
ini halal hanya terhadap istrinya saja. Dan yang terakhir pada proses
enseminasinya juga banyak perbedaan pendapat, penulis juga sepakat
kebolehan itu hanya terhadap seorang suami istri yang telah terikat
perkawinan bukan orang lain sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.uin-malang.ac.id/gudangmakalah/2011/11/28/251/
http://www.mail archive.com/satuxsatu@yahoogroups.com/msg00076.html
Werner, MichaelA., 2008. Cryobanking. Diperoleh dari : http://www.mazelabs.com/MLcryobanking.htm
Problematika Hukum Islam Kontemporer, Editor Chuzaimah. T.
Yanggo, Hafiz Anshry, Buku Keempat, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus), 21
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=10147
Problematika Hukum Islam Kontemporer, Editor Chuzaimah. T.
Yanggo, Hafiz Anshry, Buku Keempat, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus), 21
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta : PT. Toko Gunung Agung), 21
http://www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=78
http://gempurserkamdarat.blogspot.com/2007/08/bank-sperma-apakah-ukuran-sensitiviti.html
Thursday, January 15, 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung, jangan lupa beri komentar ya ?