FILSAFAT PANCASILA
MULTIKULTURALISME DAN PLURALISME
DOSEN: MUSA TAKLIMA M.Hi
OLEH KELOMPOK 6 :
Luthfi hakim s. (13620006)
Afifah rukmini (13620013)
Leni setyowati(13620015)
Muhammad Rusydi Amin (13620038)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur Alhamdulillah merupakan ucapan pertama yang kami ucapkan kepada sang
Pencipta atas semua rahmat, taufiq dan hidayah serta inayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan dengan baik tanpa adanya halangan yang melanda. Tak lupa sholawat
dan salam tetap tercurahkan limpakan kepada Rasulullah S.A.W yang telah
menyelamatkan kita dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang benderang,
yaitu Addinul islam wal iman.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisafat Pancasila. Dalam
makalah ini akan dibahas tentang judul. Multikulturalisme dan Pluralisme
Makalah ini diharapkan untuk dibaca oleh semua mahasiswa pada umumnya sebagai
penambah pengetahuan dan pemahaman tentang beberapa konsep awal pengajaran.
Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kepada para pembaca, penulis mengharapkan
saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa dan para penyaji khususnya. Amin yaa
Robbal ‘alamin.
Malang,
9 April 2014
Daftar isi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Negara
Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat,
suku bangsa, etnis atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan
yang berbeda-beda dari daerah satu dengan daerah lain yang mendominasi khasanah budaya Indonesia.
Dengan
semakin beraneka ragamnya masyarakat dan budaya, sudah tentu setiap
masing-masing individu masyarakat mempunyai keinginan yang berbeda-beda,
Orang-orang dari daerah yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda,
struktur sosial, dan karakter yang berbeda, memiliki pandangan yang berbeda
dengan cara berpikir dalam menghadapi hidup dan masalah mereka sendiri. dan hal
tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan konflik dan perpecahan yang hanya
berlandaskan emosi diantara individu masyarakat, apalagi kondisi penduduk
Indonesia sangatlah mudah terpengaruh oleh suatu informasi tanpa mau mengkaji
lebih dalam. Untuk itulah diperlukan paham pluralisme dan multikulturalisme
untuk mempersatukan suatu bangsa.
Apalagi
apabila kita melihat pedoman dari bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika,
yang mempunyai pengertian berbeda-beda tetapi tetap menjadi satu, yang
mengingatkan kita betapa pentingnya pluralisme dan multikulturalisme untuk
menjaga persatuan dari kebhinekaan bangsa, Dimana pedoman itu telah tercantum
pada lambang Negara kita yang didalamnya telah terangkum dasar Negara kita
juga.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman pluralisme dan multukulturalisme di
Indonesia?
2. Perbedaan
Multikulturalisme dengan Pluralisme?
3. Bagaimana perjalanan multikulturalisme
di Indonesia?
1.3 Tujuan Pembahasan.
1. Untuk
mengetahui pentingnya pluralisme dan multukulturalisme di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui apa perbedaan dari Multikulturalisme dan Pluralisme.
3. Bagaimana
perjalanan multikulturalisme di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
PEMAHAMAN PLURALISME DAN MULTIKULTURALISME DI INDONESIA Pluralisme dan
multikulturalisme mempunyai peran yang besar terhadap pembangunan bangsa karena
Indonesia tentu saja memiliki berbagai macam kultur dan keyakinan. Adapun
prinsip “Bhineka tunggal ika” yaitu berbeda tapi satu. Mencerminkan pribadi
bangsa yang terdiri dari beragan budaya namun satu bangsa, satu negara, satu
tanah air, satu bahasa, dan satu cita-cita. Cita-cita bangsa indonesia seperti
termuat dalam Pembukaan UUD 1945 harus terlaksana melalui pembangunan nasional
yang dilaksanakan seluruh warga negara Indonesia agar pembangunan menjadi tepat
sasaran, yaitu mewujudkan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang
adil, makmur dan sejahtera. Hal ini diperlukan kerja sama antar warga, sebenarnya
upaya awal yang dapat kita lakukan adalah melalui pendidikan, karena melalui
pendidikan seseorang dapat belajar berkembang dari yang belum bisa menjadi
bisa, dari yang belum tau menjadi tau.
Dengan
pendidikan,indonesia dapat menghasilkan sumber daya yang berkualitas dan
berguna bagi pembangunan nasional. Selain itu dibutuhkan pendidikan
kewarganegaraan dan pancasila sebagai media hubungan antar warga negara.
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila yang dimulai sejak kecil akan
membentuk pola pikir seseorangdan mengaturnya berpikir mengenai keyakinan,
keagamaan, hak, kewajiban, HAM,demokrasi, dan ekonomi. Dengan mempelajari
kewarganegaraan dan Pancasila orang akan mengerti bagaimana cara bekerja sama
dengan orang yang memiliki keyakinan berbeda melalui sikap saling toleransi
terhadap sesama.
2.2 PENGERTIAN MULTIKULTURALISME DAN PLURALISME
Kalau
pluralisme sendiri itu adalah bermacam-macam banyak jenisnya, sedang yang bisa
diambil contoh disini adalah pluralisme agama. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah
ayat 148 yang artinya:
وَلِكُلٍّ
وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ
بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (148)
“Dan
bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadapi kepadanya maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan, dimana saja kamu berada. Allah
pasti akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat) sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. 2 : 148).
Ayat
diatas menjelaskan tentang pluralisme menurut pemahaman islam ayat itu dimulai
dengan pernyataan tentang fakta bahwa masyarakat dalam dirinya sendiri terbagi
ke dalam berbagai macam kelompok dan komunitas masing-masing mempunyai
orientasi kehidupannya sendiri, dan memberikan arah petunjuk. Komunitas-komunitas
tersebut diharapkan dapat menerima kenyataan tentang adanya keragaman
sosial-kultural dan saling toleran dalam memberikan kebebasan dan kesempatan
kepada setiap orang untuk menjalani kehidupannya sesuai dengan sistem
kepercayaan mereka masing-masing.
Dan
yang diharapkan adalah komunitas yang berbeda tetapi tetap saling
berlomba-lomba dengan cara yang dapat dibenarkan dan sehat guna meraih sesuatu
yang terbaik bagi semua.
Sedangkan
multikulturalisme menurut para tokoh adalah :
• Menurut Petter Wilson, dia mengartikan
multikulturalisme setelah melihat peristiwa di Amerika. Di Amerika
multikulturalisme muncul karena kegagalan pemimpin di dalam mempersatukan orang
negro dan orang kulit putih, disini dapat diambil sebuah sintesa bahwa multikulturalisme
menurut Petter Wilson adalah semata-mata merupakan kegagalan dalam
mempersatukan kelompok-kelompok etnis tertentu, kemudian problem penghambatan
proses integrasi budaya ini berujung kepada gagalnya atau salahnya perspektif
tentang sebuah kesatuan budaya yang seharusnya kemajemukan tidak dipaksakan
untuk menjadi satu, akan tetapi perbedaan itu haruslah menjadi kekuatan yang
kompleks untuk bersatu dan berjalan bersama tanpa adanya konflik.
• Menurut Kenan Malik (1998),
multikulturalisme merupakan produk kegagalan politik di negara Barat pada tahun
1960-an kemudian gagalnya Perang Dingin tahun 1989 dan gagalnya dunia marxisme.
Sedangkan
multikulturalisme menurut Islam
• Dulu manusia adalah umat yang satu,
setelah timbul perselisihan maka Allah mengutus rasul sebagai pemberi kabar
gembira dan pemberi peringatan, “Tidak berselisih tentang kitab itu melainkan
orang yang telah datangkan kepada mereka kita, yaitu setelah datang kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri,
maka Allah memberikan petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran
tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu
memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus”.
(Q.S. Al-Baqarah : 213).
Di
dalam ayat ini menjelaskan bahwa konsep kemanusiaan universal Islam yang
mengajarkan bahwa umat manusia pada mulanya adalah satu, perselisihan terjadi
disebabkan oleh timbulnya berbagai vested interest masing-masing kelompok
manusia, yang masing-masing mereka mengadakan penafsiran yang berbeda tentang
suatu hakikat kebenaran menurut vested interestnya.
Meskipun
asal mereka adalah satu, pola hidupnya menganut hukum tentang kemajemukan,
antara lain karena Allah menetapkan jalan dan pedoman hidup yang berbeda-beda
untuk berbagai golongan umat manusia.
“Untuk
tiap-tiap manusia diantara kamu, kami berikan jalan dan pedoman hidup sekiranya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan satu umat saja, tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebaikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”.
Dari
dua ayat Al-Qur’an di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa betapapun perbuatan
yang terjadi pada manusia di bumi ini, namun hakekat kemanusiaan akan tetap dan
tidak akan berubah yaitu fitrahnya yang hanif, sebagai wujud primodial (azali)
antara Tuhan dan manusia sendiri.
A. DEFINISI PLURALISME &
MULTIKULTURALISME
Pluralisme adalah faham yang memberikan ruang nyaman
bagi paradigma perbedaan sebagai salah satu entitas mendasar kemanusiaan
seorang manusia. Pluralisme yang sebelumnya memiliki pengertian netral yang
secara etimologi berarti “paham tentang yang plural” merambah dalam pemikiran
yang lebih ke masa lampau dan menembus wilayah sakral keagamaan. Secara
terminologi pluralisme adalah ajaran bahwa kenyataan berdasarkan berbagai asas
yang masing-masing tidak berhubungan yang satu dengan yang lain bahwa kenyataan
terdiri dari berbagai unsur dasar, yang masing-masing berlainan faham pada yang
satu dengan yang lain.
Kemudian yang di maksud dengan Multikulturalisme
adalah paradigma yang menganggap adanya kesetaraan antar ekspresi budaya yang
plural. Namun menurut Parsudi Suparlan (2001) mengatakan bahwa multikulturalisme
adalah sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaaan kultur, atau sebuah
keyakinan yang mengakui pluralisme kultur sebagai corak kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme menyangkut kesadaran sosial bahwa di dalam kehidupan
masyarakat terdapat keragaman budaya. Kesadaran tersebut berdimensi etis yang
menuntut tanggung jawab yang terarah pada tindakan baik dan benar, yang
selanjutnya terwujud ke dalam berbagai bentuk penghargaan, penghormatan,
perhatian, kasih sayang, cinta, dan pengakuan akan eksistensi terhadap sesama.
Masyarakat multikultural memiliki ciri yang berbeda
dengan masyarakat plural, karena pada masyarkat multikultural terjadi interaksi
aktif antara masyarakat dan budaya yng prulal dalam kehidupan sehari hari. Ada
nuansa keseteraan dan keadilan dalam unsur budaya yang berbeda tersebut.
Prinsip keanekaragaman, perbedaan, kesederajatan persamaan, penghargaan
demokrasi, hak azasi, dan soidaritas merupakan prinsip multikulturalisme.
Dalam konteks indonesia sejarah peranan negara pada masa
orde baru amatlah kuat. Misalnya saja dalam bidang politik negara yang
mengesahkan satu ideologi organisasi kepartaian dalam bidang pendidikan negara
melakukan penyeragaman kurikulum tanpa memperdulikan muatan lokal dalam bidang
ekonomi negara melakukan sentralisasi dan eksploitasi sumber daya alam dan
manusia, dalam bidang agama dan budaya. Secara sederhana, pendidikan
multikultural dapat dimaknai sebagai proses untuk menumbuhkan kemampuan cara
hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di
tengah-tengah masyarakat plural. multikulturalisme mempunyai relevansi makna
dan fungsi yang tepat. Untuk itulah maka konsep tersebut menjadi penting
dikembangkan dan diinternalisasikan dalam proses transformasi nilai-nilai bagi
masyarakat bangsa yang beragam. Prinsip-prinsip dasar multikulturalisme yang
mengakui dan menghargai keberagaman, akan sangat membantu bagi terjadinya
perubahan format perilaku sosial yang kondusif dan menjanjikan ditengah
kehidupan masyarakat yang majemuk. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan
adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik
sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan tercerai.
pentingnya penanaman faham tentang multikulturalisme
di banding prulalisme dalam bidang pendidikan yaitu menumbuhkan suatu
pencerminan suatu bersatunya negara ini, dalam kemajuan aspek budaya dan
keanekaragaman yang terdiri di dalamnya. Sehingga tetap menjdi satu kesatuan
yang utuh. Namun bukan berarti kita hanya memegang faham multikulturalisme,
karena sebuah bangsa yang perspektif tunggal merupakan sebuah kesalahan besar.
Realitanya dan kenyataan yang ada, Indonesia dengan
segala perbedaan yang melekat pada geografinya, demografinya,
religiusitasannya, serta kulturalnya tetap bertahan dalam satu kesatuan.
Paradigma bahwa pendidikan multikultural memberikan kebermanfaatan untuk
membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas antar etnik, ras, agama, dan
budaya. Suatu hal yang penting, penanaman akan arti multikulturalisme itu dimulai
dari instansi terkecil yaitu keluarga, karena keluarga merupakan media
pembelajaran utama dalam kita menghadapi dunia luar. Kemudian fungsi keluarga
adalah sebagai proses dimana seseorang mengalami internalisasi, transformasi,
dan sosialisasi sebuah tata nilai. Orang tua berperan aktif dalam mengembangkan
dan menanamkan nilai nilai sosial yang ada dalam arti multikulturalisme maupun
pluralisme. Begitu juga kebudayaan yang dimiliki suatu negara, ruang lingkup
keluargalah yang paling utama dalam memeberikan suatu pengajaran, sehingga
tercipta suatu penghargaan setiap keanekaragaman budaya yang di miliki
indonesia. Kebudayaan pada hakekatnya tidak terlepas dari komunikasi, dalam
konssep ini maka kebudayaan (budaya) adalah suatu konsep yang membangkitkan
minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,
hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang
diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha
individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam
bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi
tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan
orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis
tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat
tertentu.
Dari gambaran tersebut di atas, setidaknya dapat
dilihat bagaimana sebenarnya perbedaan kulturalisme dengan multikulturalisme.
Dr. Turnomo Rahardjo misalnya membedakan keduanya sebagai berikut :
(1) Kulturalisme
1. Bertujuan mengembangkan interdependensi pada
aspek-aspek pragmatis dan instrumental dalam kontak antarbudaya;
2. Memberikan penekanan pada pemeliharaan identitas
kultural;
3. Mengkombinasikan pendekatan etic (memperoleh data)
dan pendekatan emic (mendapatkan data) dalam pertukaran antarbudaya.
(2) Multikulturalisme
1. Bertujuan mempertahankan dan mentransmisikan budaya
yang tidak dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan relasional maupun eksternal;
2. Berusaha memelihara identitas kultural dengan
segala konsekuensinya;
3. Merupakan proses emic (mendapatkan data) karena
mensyaratkan pemeliharaan terhadap keberadaan setiap budaya.
Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana budaya
meliputi semua penegasan perilaku yang diterima selama suatu periode kehidupan.
Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial
yang mempengaruhi hidup kita. Sebagian besar pengaruh budaya terhadap kehidupan
kita tidak kita sadari. Mungkin suatu cara untuk memahami pengaruh budaya
adalah dengan membandingkannya dengan komputer elektronik, kita memrogram
komputer agar melakukan sesuatu, budaya kita pun memrogram kita agar melakukan
sesuatu dan menjadikan kita apa adanya. Budaya kita secara pasti mempengaruhi
kita sejak dalam kandungan hingga mati – dan bahkan setelah mati pun kita
dikuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita.
Oleh karena itu budaya memberi identitas kepada
sekelompok orang bagaimana kita dapat mengidentifikasi aspek-aspek budaya yang
menjadikan sekelompok orang sangat berbeda? Salah satu caranya adalah dengan
menelaah kelompok dan aspek-aspeknya, antara lain Komunikasi dan Bahasa,
Pakaian dan Penampilan, Makanan dan Kebiasaan Makan, Waktu dan Kesadaran Akan
Waktu, Penghargaan dan Pengakuan, Hubungan-hubungan, Nilai dan Norma, Rasa Diri
dan Ruang, Proses Mental dan Belajar, dan Kepercayaan dan Sikap
2.3 Perjalanan multikulturalisme di Indonesia
Multikultur
baru muncul pada tahun 1980-an yang awalnya mengkritik penerapan demokrasi.
Pada penerapannya, demokrasi ternyata hanya berlaku pada kelompok tertentu.
Wacana demokrasi itu ternyata bertentangan dengan perbedaan-perbedaan dalam
masyarakat. Cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan
dengan cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan
kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru.
Inti
dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, adanya dan
ditegakkannya hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari
KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang
menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang
mensejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi
atau perombakan tatanan kehidupan Orde Baru adalah sebuah “masyarakat
multikultural Indonesia” dari puing-puing tatanan kehidupan Orde Baru yang
bercorak “masyarakat” (plural society) sehingga corak masyarakat Indonesia yang
Bhinneka Tunggal Ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya
tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.
Begitu
kayanya bangsa kita dengan suku, adat-istiadat, budaya, bahasa, dan khasanah
yang lain ini, apakah benar-benar menjadi sebuah kekuatan bangsa ataukah justru
berbalik menjadi faktor pemicu timbulnya disintegrasi bangsa. Seperti apa yang
telah diramalkan Huntington, keanekaragaman di Indonesia ini harus kita
waspadai. Karena telah banyak kejadian-kejadian yang menyulut kepada
perpecahan, yang disebabkan adanya paham sempit tentang keunggulan sebuah suku
tertentu.
Paham
Sukuisme sempit inilah yang akan membawa kepada perpecahan. Seperti konflik di
Timur-Timur, di Aceh, di Ambon, dan yang lainya. Entah konflik itu muncul
semata-mata karena perselisihan diantara masyarakat sendiri atau ada “sang
dalang” dan provokator yang sengaja menjadi penyulut konflik. Mereka yang tidak
menginginkan sebuah Indonesia yang utuh dan kokoh dengan keanekaragamannya.
Untuk
itu kita harus berusaha keras agar kebhinekaan yang kita banggakan ini tak
sampai meretas simpul-simpul persatuan yang telah diikat dengan paham
kebangsaan oleh Bung Karno dan para pejuang kita.
Hal
ini disadari betul oleh para founding father kita, sehingga mereka merumuskan
konsep multikulturalisme ini dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Sebuah
konsep yang mengandung makna yang luar biasa. Baik makna secara eksplisit
maupun implisit. Secara eksplisit, semboyan ini mampu mengangkat dan menunjukkan
akan keanekaragaman bangsa kita. Bangsa yang multikultural dan beragam, akan
tetapi bersatu dalam kesatuan yang kokoh. Selain itu, secara implisit “Bhineka
Tunggal Ika” juga mampu memberikan semacam dorongan moral dan spiritual kepada
bangsa indonesia, khusunya pada masa-masa pasca kemerdekaan untuk senantiasa
bersatu melawan ketidakadilan para penjajah. Walaupun berasal dari suku, agama
dan bahasa yang berbeda.
Kemudian
munculnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 merupakan suatu kesadaran akan perlunya
mewujudkan perbedaan ini yang sekaligus dimaksudkan untuk membina persatuan dan
kesatuan dalam menghadapi penjajah Belanda. Yang kemudian dikenal sebagi cikal
bakal munculnya wawasan kebangsaan Indonesia. Multikulturalisme ini juga tetap
dijunjung tinggi pada waktu persiapan kemerdekaan, sebagaimana dapat dilihat,
antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI. Betapa para pendiri republik ini sangat
menghargai pluralisme, perbedaan (multikulturalisme). Baik dalam konteks sosial
maupun politik. Bahkan pencoretan “tujuh kata” dalam Piagam Jakarta, pun dapat
dipahami dalam konteks menghargai sebuah multikulturalisme dalam arti luas.
Kemudian
sebuah ideologi yang diharapkan mampu menjadi jalan tengah sekaligus jembatan
yang menjembatani terjadinya perbedaan dalam negara Indonesia. Yaitu Pancasila,
yang seharusnya mampu mengakomodasi seluruh kepentingan kelompok sosial yang
multikultural, multietnis, dan agama ini. Termasuk dalam hal ini Pancasila
haruslah terbuka. Harus memberikan ruang terhadap berkembangannya ideologi
sosial politik yang pluralistik.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari
makalah ini dapat kami simpulkan bahwa pluralisme adalah suatu penghormatan dan
sikap toleransi terhadap kelompok-kelompok yang lain dan multikulturalisme
adalah keberagaman kebudayaan dan suku bangsa di Indonesia.Pluralisme atau
multikulturalisme keduanya mempunyai tujuan yang tidak jauh berbeda yaitu
menghormati orang lain dengan budaya, agama, ras, dan adat istiadat mereka
masing-masing.
Dari
makalah ini dapat penulis simpulkan bahwasanya pluralisme dan multikulturalisme
mempunyai tujuan yang tidak jauh berbeda, ialah sikap toleransi terhadap
kelompok-kelompok yang berbeda keyakinan dengan kita. Baik dari segi agama,
budaya, suku, ras, adat istiadat mereka masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham Salie,2006,Pluralisme
and Islamic Studies Dictate or Dialoge, Makassar:Depag RI.
Haidar,
Dzaky. Agustus 2005. Aktualisasi Paradigma Multi Kulturalisme Dalam Budaya
Indonesia Yang Plural.
Fajar,
Malik. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme.
Sinamo
Nomensen,2010, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi,Jakarta: PT
Bumi Intitama Sejahtera.
Sumarsono,1998,
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta :PT. Gramedia Pustaka
Utama.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung, jangan lupa beri komentar ya ?