BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesuai dengan pasal (1) PP No.82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, mutu air adalah
kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter
tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kualitas air didefinisikan sebagai
kadar parameter air yang dianalisis secara teliti sehingga menunjukkan mutu dan
karakteristik air. Mutu dan karakteristik air ditentukan oleh jenis dan
sifat-sifat bahan yang terkandung didalamnya.Tidak mengandung kuman-kuman
penyakit seperti disentri,tipus,kolera,dan bakteri patogen penyebab penyakit.
Bakteri adalah kelompok
organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke dalam
domain prokariota dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta memiliki
peran besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa kelompok bakteri dikenal
sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya dapat
memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri.
Uji biokimia merupakan
salah uji yang digunakan untuk menentukan spesies kuman yang tidak diketahui
sebelumnya. Setiap kuman memiliki sifat biokimia yang berbeda sehingga tahapan
uji biokimia ini sangat membantu proses identifikasi.Selain metode dengan uji
biokimia dapat juga dilakukan dengan metode biomolekuler.salah satu
contoh teknik biomolekuler yaitu dengan menggunakan PCR.
1.2 Rumusan
masalah
Rumusan masalah pada
makalah ini adalah
1.
Bagaimana standart kualitas air yang baik menurut SNI?
2.
Bagaimana metode identifikasi bakteri secara biokimia dan biomolekuler?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah
ini adalah
1. Untuk
mengetahui standart kualitas air yang baik menurut SNI.
2. Untuk
mengetahui metode identifikasi bakteri secara biokimia dan biomolekule
BAB
II
ISI
2.1 Standart
kualitas air menurut SNI
Sesuai dengan pasal (1) PP No.82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, mutu air adalah
kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter
tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kondisi kualitas air tersebut sangat penting untuk menentukan layak
atau tidaknya air untuk digunakan sesuai dengan peruntukan atau kelasnya.Namun,
dengan adanya siklus hidrologi air yang memungkinkan terjadinya pencampuran air
dari berbagai sumber, ditambah dengan sifat air yang merupakan pelarut
universal, maka memungkinkan terjadinya perubahan kualitas airdari keadaan
awalnya.
Masing-masing parameter kualitas air memiliki nilai
amban gbatas yang berbeda. Sesuai pasal (14) PP
No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Airdan Pengendalian Pencemaran
air, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air, maka kondisi mutu air
ditetapkan dalam kondisi cemar.Untuk menentukan apakah kondisi mutu air berada
pada kondisi cemar atau kondisi baik, perlu dilakukan pengukuran parameter
kualitas air menggunakan metode-metode tertentu yang sudah terstandarisasi.
Beberapa parameter yang sering digunakan sebagai parameter pencemaran air
adalah sebagai berikut :
1. Parameter
fisika
Parameter-parameter fisika yang biasanya digunakan
untuk menentukan kualitas airmeliputi suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna,
konduktivitas, padatan total, padatan terlarut, padatan tersuspensi, dan
salinitas.
a. Padatan
tersuspensi / Total Suspended Solid (TSS)
TSS adalah padatan yang dapat terambil
dengan filter. TSS dapat termasuk :endapan lumpur, humus, dan sampah. Tingginya
konsentrasi suspended soliddapat menyebabkan beberapa masalah untuk beberapa
peralatan industry dankehidupan organism akuatik.Tingginya TSS dapat menghambat
masuknya sinar matahari ke dalam perairan.Jika hal tersebut terjadi, proses
fotosintesis akan terhambat. Pengurangan aktifitasfotosintesis akan mengurangi
oksigen terlarut yang dilepas oleh tanaman air kebadan air. Tingginya nilai TSS
juga akan menyebabkan kenaikan suhu permukaan air karena material tersuspensi
dapat menyerap panas dari sinarmatahari, dan menyebabkan tingginya tingkat
kekeruhan (turbiditas).TSS dapat meningkatkan konsentrasi bakteri, kelarutan
nutrient, pestisida, danlogam berat dalam air. Dalam industry, TSS dapat
menyebabkan penyumbatanatau scouring pada pipa dan mesin.Nilai baku mutu TSS
adalah 50 mg/L untuk air kelas I dan II; dan 400 mg/Luntuk air kelas III dan
IV.
b. Besi
Besi adalah salah satu elemen
yang dapat ditemui hampir pada setiap tempat dibumi. Kandungan Fe ini
berhubungan dengan struktur tanah. Selain bersumberdari dalam tanah sendiri, Fe
dapat pula berasal dari sumber lain, diantaranyalarutnya pipa besi reservoir
air yang terbuat dari besi atau endapan-endapanbuangan industry. Nilai baku
mutu untuk Fe ialah ialah 0,3 mg/L bagi pengolahan air minum secaramodern, dan
0,5 mg/L bagi pengolahan air minum secara tradisional. Apabila konsentrasi besi
terlarut dalam air melebihi batas tersebut, akan menyebabkan berbagai masalah.
Air minum yang mengandung Fe terlalu tinggi, cenderung menimbulkan mual apabila
dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus
2. Parameter
biologis
Parameter biologis yang sering
digunakan untuk mengethui kualitas air adalah kandungan total coliform,
termasuk di dalamnya adalah fecal coliform.
a. Total Coliform
Bakteri coliform dapat
digunakan sebagai indicator adanya pencemaran feses atau kotoran manusia
dan hewan di dalam perairan. Golongan bakteri ini umumnyaterdapat di dalam
feses manusia dan hewan. Keberadaan bakteri ini di dalam airtidak dikehendaki,
baik ditinjau dari segi kesehatan, estetika, kebersihan maupunkemungkinan
terjadinya infeksi yang berbahaya. Beberapa jenis penyakit dapatditularkan oleh
bakteri coliform melalui air, terutama penyakit perut seperti tipus,kolera dan
disentri. Bakteri coliform juga merupakan bakteri indicator dalam menilai tingkat higienitas
suatu perairan.Nilai baku mutu untuk total coliform adalah 1000jml/100ml untuk
air kelas I,5000jml/100ml untuk air kelas II, dan 10000jml/100ml untuk air
kelas III-IV.
Berikut ini tabel standart kualitas air yang baik
sesuai pasal (14) PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Airdan
Pengendalian Pencemaran air:
2.2 Metode
identifikasi bakteri dengan biokimia
Uji biokimia bakteri merupakan suatu cara
atau perlakuan yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendeterminasi suatu
biakan murni bakteri hasil isolasi melalui sifat - sifat fisiologinya. Proses
biokimia erat kaitannya dengan metabolisme sel, yakni selama reaksi kimiawi
yang dilakukan oleh sel yang menghasilkan energi maupun yang menggunakan energi
untuk sintesis komponen-komponen sel dan untuk kegiatan selular, seperti
pergerakan. Suatu bakteri tidak dapat dideterminasi hanya berdasarkan
sifat-sifat morfologinya saja, sehingga perlu diteliti sifat-sifat biokimia dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya.
Ciri fisiologi ataupun biokimia merupakan
kriteria yang amat penting di dalam identifikasi spesimen bakteri yang tidak
dikenal karena secara morfologis biakan ataupun sel bakteri yang berbeda dapat
tampak serupa, tanpa hasil pegamatan fisiologis yang memadai mengenai kandungan
organik yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidak mungkin dilakukan.
Karakterisasi dan klasifikasi sebagian mikroorganisme seperti bakteri
berdasarkan pada reaksi enzimatik maupun biokimia. Mikroorganisme dapat
tumbuh pada beberapa tipe media yang memproduksi tipe metabolit yang dapat
dideteksi dengan reaksi antara mikroorganisme dengan reagen test yang dapat
menghasilkan perubahan warna reagen.
Berikut ini
macam-macam dari metode identifikasi bakteri menggunakan uji biokimia:
1. Uji indol
Media yang dipakai adalah pepton 1%. Uji indol digunakan
untuk mengetahui apakah kuman mempunyai enzim triptophanase sehingga kuman
tersebut mampu mengoksidasi asam amino triptophan membentuk indol. Adanya indol
dapat diketahui dengan penambahan reagen Ehrlich/Kovac’s yang berisi
paradimetil amino bensaldehid. Interpretasi hasil : negatif (-) : Tidak terbentuk
lapisan cincin berwarna merah pada permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak
membentuk indol dari triptophan sebagai sumber karbon. Positif (+) : Terbentuk
lapisan cincin berwarna merah pada permukaan biakan, artinya bakteri ini
membentuk indol dari triptophan sebagai sumber karbon(Cowan, 2004).
2. Uji MR,
Media yang
digunakan adalah pepton glukosa phosphat. Uji ini digunakan untuk mengetahui
adanya fermentasi asam campuran (metilen glikon). Interpretasi hasil : negatif
(-) : Tidak terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah ditambah methyl
red 1%. Positif (+) : Terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah
ditambahkan methyl red 1%. Artinya bakteri menghasilkan asam campuran (metilen
glikon) dari proses fermentasi glukosa yang terkandung dalam media MR (Cowan, 2004).
3.
Uji VP
Media yang
dipakai adalah pepton glukosa phosphat. Uji ini digunakan untuk mengetahui
pembentukan asetil metil karbinol (asetoin) dari hasil fermentasi glukosa.
Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna media menjadi
merah setelah ditambahkan a naphtol 5% dan KOH 40%. Positif (+) : terjadi
perubahan warna media menjadi merah setelah ditambahkan a naphtol 5% dan KOH
40%, artinya hasil akhir fermentasi bakteri adalah asetil metil karbinol
(asetoin) (Colome, 2001).
4. Uji Citrat,
Media yang
dipakai adalah Simons citrat. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui
apakah kuman menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Pada media Simons citrat
berisi indikator BTB (Brom Tymol Blue). Apabila bakteri menggunakan sitrat
sebagai sumber karbon maka media berubah menjadi basa dan berubah warna menjadi
biru. Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadinya perubahan warna media
dari hijau menjadi biru. Artinya bakteri ini tidak mempunyai enzim sitrat
permease yaitu enzim spesifik yang membawa sitrat ke dalam sel. Sehingga kuman
tidak menggunakan citra sebagai salah satu/satu-satunya sumber karbon.
Positif (+) : terjadinya perubahan warna media dari hijau menjadi biru, artinya
kuman menggunakan citrat sebagai salah satu/satu-satunya sumber karbon (Ratna,
2012).
Gambar
2.4 Uji Citrat (Ratna, 2012)
|
5. Uji Motilitas
Media yang dipakai
adalah media yang bersifat semi solid dengan kandungan agar-agar 0,2-0,4%.
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui gerak kuman, bisa memakai media MO
(Motilitas Ornitin) atau SIM (Sulfida Indol Motility). Pada media SIM selain
untuk melihat motilitas bisa juga untuk test indol dan pembentukan H2S.
Interpretasi hasil : negatif (-) : terlihat adanya penyebaran yang berwarna
putih seperti akar hanya pada bekas tusukan inokulasi. Positif (+) :
terlihat adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar disekitar
inokulasi. Hal ini menunjukan adanya pergerakan dari bakteri yang
diinokulasikan, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagel (Burrows, 2004).
6. Uji
Urenase,
Tujuan
dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah kuman mempunyai enzim urease yang
dapat menguraikan urea membentuk amoniak. Media urea berisi indikator phenol
red. Interpretasi hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna media
menjadi pink/merah jambu, artinya kuman tidak memecah urea membentuk amoniak.
Positif (+) : tidak terjadi perubahan warna media menjadi pink/merah jambu,
artinya kuman memecah urea membentuk amoniak (Lim, 2006).
Gambar
2.5 Uji Urenase (Ratna, 2012)
|
7. Uji TSA
(Triple Sugar Iron Agar),
Tujuan dari
tes ini adalah untuk mengetahui kemampuan kuman untuk memfermentasikan
karbohidrat. Pada media TSIA berisi 3 macam karbohidrat yaitu glukosa, laktosa
dan sukrosa. Indikatornya adalah phenol red yang menyebabkan perubahan warna
dari merah orange menjadi kuning dalam suasana asam. Glukosa berada di dasar
media sedangkan laktosa dan sukrosa berada di bagian lereng. Selain menggunakan
media TSIA dapat pula digunakan media KIA (Kligers Iron Agar), bedanya adalah
pada media KIA hanya berisi 2 macam karbohidrat yaitu glukosa dan laktosa.
Interpretasi hasil : hanya memfermentasi glukosa : Bila pada dasar (butt) media
berwarna kuning (bersifat asam) dan lereng (slant) berwarna merah (bersifat
basa) ? Al/Ac atau K/A. Memfermentasi semua karbohidrat : bila pada dasar
(butt) media berwarna kuning (bersifat asam) dan lereng (slant) berwarna kuning
(bersifat asam) ? Ac/Ac atau A/A. Tidak memfermentasi semua karbohidrat : bila
pada dasar (butt) media berwarna merah (bersifat basa) dan lereng (slant)
berwarna merah (bersifat basa) ? Al/Al atau K/K. Fermentasi pada TSIA juga
disertai dengan pembentukan gas CO2 yang dapat dilihat dari pecahnya dan
terangkatnya agar.
Media TSIA
juga dapat digunakan untuk mengetahui pembentukan H2S yaitu melihat apakah
kuman memfermentasi metionin dan sistein (Asam amino yang mempunyai gugus S).
Pada media TSIA terdapat asam amino metionin dan sistein, jika kuman
memfermentasi kedua asam amino ini maka gugus S akan keluar dan gugus S akan
bergabung dengan H2O membentuk H2S. Selanjutnya H2S bergabung dengan Fe2+
membentuk FeS berwarna hitam dan mengendap (Buchanan, 2003).
8.
Uji Gula-gula,
Uji ini
digunakan untuk mengetahui apakah kuman memfermentasi masing-masing gula diatas
membentuk asam. Media gula-gula ini terpisah dalam 5 tabung yang berbeda dan
media yang digunakan adalah masing-masing gula dengan konsentrasi 1% dalam
pepton. Masing-masing gula gula ditambahkan indikator phenol red. Interpretasi
hasil : negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna media dari merah menjadi
kuning, artinya kuman tidak memfermentasi gula .Positif (+) : terjadi perubahan
warna media dari merah menjadi kuning.Artinya kuman memfermentasi gula
membentuk ditandai dengan tinta pada tutup kapas yang berbeda-beda. Untuk
glukosa tidak berwarna, laktosa berwarna ungu, maltosa berwarna merah, manitol
berwarna hijau, dan sukrosa berwarna biru.
Didalam media gula- asam, positif + gas (+g) :
Terjadi perubahan warna media dari merah menjadi kuning. Artinya kuman
memfermentasi gula membentuk asam dan gas. Gas yang diperhitungan minimal 10%
dari tinggi tabung durham(Adam, 2001)
2.3 Teknik identifikasi bakteri menggunakan metode
biomolekuler
1. Analisis Sidik Jari Menggunakan rep-PCR
Ada beberapa macam teknik sidik jari yang
telah digunakan secara luas terutama untuk identifikasi strain bakteri di
bidang epidemiologi serta ekologi mikrobia. Secara garis besar ada dua
pendekatan umum dari teknik sidik jari untuk menentukan strain bakteri. Pertama,
berdasarkan analisis RFLP yang mendeteksi variasi sekuens dengan membandingkan
ukuran dan jumlah fragmen restriksi yang dihasilkan melalui pemotongan DNA oleh
enzim restriksi. Kedua, variasi multipel amplikon dengan ukuran berbeda yang
merupakan produk amplifikasi dengan primer. Kelompok kedua ini mencakup repetitive
sequence based-Polymerase Chain Reaction (rep-PCR),Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan Arbitrary Priming-PCR
(AP-PCR)
rep-PCR telah banyak digunakan untuk berbagai
tujuan, antara lain untuk identifikasi methylobacter yang berasosiasi
dengan tanaman untuk membedakan strain Eschericia coli dari ekologi yang
berbeda ,serta untuk penentuan diversitas genetik pada Pseudomonas
fluorescence.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah standart kualitas
air yang baik itu sesuai dengan pasal (1) PP No.82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, mutu air adalah
kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter
tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Teknik identifikasi
bakteri bisa dilakukan dengan biokimia dan metode biomolekuler.Berberapa uji biokimia untuk identifikasi
bakteri sebagai berikut: Uji Gula-gula, Uji TSA (Triple Sugar Iron Agar),
Uji Urenase, Uji Motilitas, Uji Citrat, Uji VP, Uji MR dan Uji indol sedangkan
untuk metode biomolekuler bisa menggunakan Analisis Sidik
Jari Menggunakan rep-PCR.
DAFTAR
PUSTAKA
Burrows, W., J.M. Moulder, and R.M.
Lewert. 2004. Texbook of Microbiology. W.B. Saunders Company.
Philadelphia
Cowan,ST. 2004. Manual for
the Identification of Medical Fungi. Cambridge University Press. London.
Lim,D. 2006. Microbiology.
McGraw-Hill. New York.
Modul Praktikum MTPPL Laboratorium
Analisis dan Instrumen, Teknik Kimia UGM,Yogyakarta.PP. No. 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Ratna, Siri .2012. Mikrobiologi
Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur dasar Laboratorium. PT
Gramedia,Jakarta
Sawyer, C. N and P. L., MC Carty, 1978,Chemistry for Environmental
Engineering, 3rd ed.,McGraw Hill Kogakusha Ltd.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung, jangan lupa beri komentar ya ?