BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ontologi merupakan salah satu kajian
filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu
yang bersifat konkret. Ontologi membahas realitas atau
suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas
kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan
proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses
tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada
bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Ontologi membahas tentang yang ada,
yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu,
aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara
ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang
berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai
dengan akal manusia. Ontologi membahas tentang yang ada
yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus;
ontology menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya.
Pengetahuan
adalah persepsi subyek (manusia) terhadap obyek (riil dan gaib) atau fakta.
Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem
dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat
diuji/diverifikasi kebenarannya. Ilmu Pengetahuan tidak hanya satu,
melainkan banyak (plural) bersifat terbuka (dapat dikritik) berkaitan dalam
memecahkan masalah.
Filsafat Ilmu Pengetahuan mempelajari esensi atau hakikat ilmu
pengetahuan tertentu secara rasional. Filsafat Ilmu adalah cabang filsafat yang
mempelajari teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang
dasar kepastian dan jenis keterangan yang berkaitan dengan kebenaran ilmu
tertentu. Filsafat ilmu Pengetahuan disebut juga Kritik Ilmu, karena historis
kelahirannya disebabkan oleh rasionalisasi dan otonomisasi dalam mengeritik
dogma-dogma dan tahayul. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik
tanpa kritik dari filsafat. Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin
maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula
sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus
lagi seperti spesialisasi-spesialisasi.
Dengan semakin meluasnya filsafat
dan tepecah menjadi ilmu-ilmu yang baru maka dirasa perlu untuk mengetahui
pembagian filsafat dalam cabang-cabang filsafat serta aliran-alian yang ada
dalam filsafat sehingga kita bisa mengetahui arah pikir dalam mempelajari suatu
ilmu pengetahuan serta penggolongannya dalam filsafat. Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis
yang radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau
unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data
empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis
agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh
filsafat hukum-hukum yang bersifat universal
tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan
tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman
yang mendalam.
Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila
ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka
filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan
memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi,
misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat
objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas
secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang
hakikat.
Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci
untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki, untuk itu
perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu
pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka
filsafat datanya tidak perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah
hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
Mengkaji latar belakang di atas dapat diambil beberapa permasalahan
sebagai kajian dan pembuatan makalah ini yakni diantaranya :
1.
Pengertian ontologi secara umum
2.
Pengertian ontologi menurut para ahli
3.
Aliran-aliran ontologi
4.
Aspek-aspek ontologi ilmu pengetahuan
5.
Mengetahui manfaat ontologi
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian ontologi secara umum
2. Mengetahui pengertian ontologi menurut para
ahli
3. Mengetahui aliran-aliran ontologi
4. Mengetahui aspek-aspek ontologi
ilmu pengetahuan
5. Mengetahui manfaat
ontologi
1.4 Manfaat
Hasil penulisan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat
luas. Sehingga, dapat diketahui
berbagai aspek ontologis ilmu pengetahuan dalam filsafat yang akhirnya dapat
dimanfaatkan sebagai sumber pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat luas. Selain itu, hasil penulisan ini dapat menumbuhkan rasa ingin
belajar kepada masyarakat luas, mahasiswa, dan khususnya tenaga pengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ontologi Secara Umum
A. Pengertian Ontologi
Menurut bahasa, Ontologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah
ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit
dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base.
Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk
menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah
knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna
dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin
terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat,
ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada
2.2
Pengertian Ontologi Menurut Tokoh-Tokoh Filsafat
Ada beberapa pengertian ontology menurut para tokoh-tokoh filsafat
diantaranya:
A. Menurut Suriasumantri (1985)
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita
ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang
“ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a) apakah
obyek ilmu yang akan ditelaah,
b) bagaimana
wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana
hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan.
B. Menurut Soetriono & Hanafie (2007)
Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup
wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari
pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek
ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang
menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam
kenyataan dan keberadaan.
C. Menurut Pandangan The Liang Gie
Ontologi
adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi
yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan:
1.
Apakah artinya ada, hal ada?
2.
Apakah golongan-golongan dari hal yang ada?
3.
Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada?
4.
Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis
yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan
bilangan) dapat dikatakan ada?
D. Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga
diangkat dari Konsepsi Aristoteles
Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik
dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi
filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda
untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini
didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM)
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat
yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan
dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri.
Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan
berjalannya waktu.
Ontologi merupakan salah satu di
antara lapangan-lapangan penyelidaikan kefalsafatan yang paling kuno. Awal mula
pikiran Barat yang tertua di antara segenap filsuf Barat yang kita kenal ialah
orang Yunani yang bijak dan arif yang bernama Thales. Atas perenungannya
terhadap air yang terdapat dimana-mana, ia sempai pada kesimpulan bahwa air
merupakan subtansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu. Yang
penting bagi kita sesungguhnya bukanlah ajaran-ajarannya yang mengatakan bahwa
air itulah asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa mungkin
sekali segala sesuatu berasal dari satu subtansi belaka
Thalas merupakan orang pertama yang
berpendirian sangat berbeda di tengah-tengah pandangan umum yang berlaku saat
itu. Disinilah letak pentingnya tokoh tersebut. Kecuali dirinya, semua orang
waktu itu memandang segala sesuatu sebagaimana keadaan yang wajar. Apabila
mereka menjumpai kayu, besi, air, danging, dan sebagainya, hal-hal tersebut
dipandang sebagai subtansi-subtansi (yang terdiri sendiri-sendiri). Dengan kata
lain, bagi kebanyakan orang tidaklah ada pemeliharaan antara kenampakan
(appearance) dangan kenyataan (reality).
Beberapa karekteristik ontology seperti diungkapkan oleh Bagus, antara lain
dapat disederhanakan sebagai berikut:
a. Ontologi adalah study tentang arti “ada”
dan “berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya
sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak.
b. Ontologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan
menggunakan katagori-katagori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau
potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan,
ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya
c. Ontologi adalah cabang filsafat yang
mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu yang satu, yang absolute,
bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung
kepada-nya.
d. Cabang filsafat yang mempelajari tentang
status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan
sebagainya.
Seperti telah diungkap diatas,
hakikat abstrak atau jenis menentukan kesatuan (kesamaan) dari berbagai macam
jenis, bentuk dan sifat hal-hal atau barang-barang yang berbeda-beda dan
terpisah-pisah. Perbedaan dan keterpisahan dari orang-orang bernama Socrates,
Plato, Aristoteles dan sebagainya, terikat dalam satu kesamaan sebagai manusia.
Manusia, binatang, tumbuhan, dan benda-benda lain yang berbeda-beda dan
terpisah-pisah, tyersatukan dengan kesamaan jenis sebagai makhluk. Jadi, hakikat
jenis dapat dipahami sebagai titik sifat abstrak tertinggi daripada sesuatu hal
(an ultimate nature of a thing). Pada titik abstrak tertinggi inilah segala
macam perbedaan dan keterpisahan menyatu dalam subtansi dalam filsafat, study
mengenai hakikat jenis atau hakikat abstrak ini masuk kedalam bidang metafisika
umum (general metaphisics) atau ontology. Oleh sebab itu, pembahasan tentang
hakikat jenis ilmu pengetahuan berarti membahas ilmu pengetahuan secara
ontologis.
Secara ontologis, artinya secara
metafisika umum, objek materi yang dipelajari didalam pluralitas ilmu
pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek
materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan
dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi yaitu dalam kesatuan
dan kesamaan sebagai makhluk. Kenyataan itu mendasari dan menentukan kesatuan
pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, pluralitas ilmu pengetahuan
berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Disamping objek materi, keradaan
ilmu pengetahuan juga lebih ditentukan oleh objek forma. Objek forma ini sering
dipahami sebagai sudut atau titik pandang (point of view), selanjutnya
menentukan ruang lingkup study (scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup
studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi plural,
berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Berdasarkan pada objek forma, selanjutnya ilmu pengetahuan cenderung
dikembangkan menjadi plural sesuai dengan jumlah dan jenis bagian yang ada
didalam objek meteri. Dari objek materi yang sama dapat menimbulkan
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang plural dan berbeda-beda. Dari objek materi
manusia, misalnya: melahirkan ilmu sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi,
dan ilmu pendidikan dengan ranting-rantingnya. Dari objek materi alam,
melahirkan ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu biologi, dan matematika dengan
ranting-rantingnya.
Jadi secara
ontologis, hakikat pluralitas ilmu pengetahuan menurut perbedaan objek forma
itu tetap dalam kesatuan system, baik “interdisipliner” maupun
“multidisipliner”. Interdisipliner artinya keterkaitan antar pluralitas ilmu
pengetahuan dalam objek materi yang sama, dan multidisipliner artinya
keterkaitan antar pluralitas ilmu pengetahuan dalam objek materi yang berbeda.
Berdasarkan kedua system tersebut, perbedaan antar ilmu pengetahuan justru
mendapatkan validitasnya, tetapi secara ontologios pemisahan atas perbedaan
ilmu pengetahuan yang berbeda-beda berkonsekuensi negative berupa perilaku
disorder (pengrusakan) terhadap realitas kehidupan .disamping, pendekatan
kuantitatif menurut objek materi dan objek forma terhadap pemecahan masalah
hakikat ilmu pengetahuan, secara ontologis masih ada pendekatan kualitatif.
Melalui pendekatan kualitatif, persoalan yang sama, yaitu aspek ontology ilmu
pengetahuan dengan persoalan hakikat keberadaan pluralitas ilmu pengetahuan,
dapat digolongkan kedalam tingkat-tingkat abstrak universal, teoretis potensial
dan konkret fungsional.
Pada tingkat abstrak universal,
pluralitas ilmu pengetahuan tidak tampak. Pada tingkat ini yang menampak adalah
ilmu pengetahuan itu satu dalam jenis, sifat dan bentuknya didalam ilmu
pengetahuan ‘filsafat’. Karena filsafat memandang suatu objek materi menurut seluruh
segi atau sudut yang ada didalamnya.dari keseluruhan segi itulah filsafat
mempersoalakan nilai kebenaran hakiki objek materinay, yaitu kebenaran
universal yang berlaku bagi semua ilmu pengetahuan yang berbeda dalam jenis,
sifat dan dalam bentuk yang bagaimanapun. Lebih dari itu, bagi filsafat,
perbedaan objek materi itu hanyalah bersifat aksidental, bukan substansial.
Bagaimanapun perbedaan objek materi, tetap dalam satu system yang tak
terpisahkan, yaitu tak terpisahkan dalam substansi mutlak (causa prima).
Didalam causa prima inilah kebenaran universal tertinggi yang bersifat
demikian, maka meliputi pluralitas kebenaran, dan berfungsi sebagai sumber dari
segala sumber kebenaran.
Selanjutnya, pada tingkat teoreti potencial, pluralitas ilmu pengetahuan
mulai tampak. Pada tingkat teoretis, boleh jadi pluralitas ilmu pengetahuan
masih berada dalam satu kesatuan system. Suatu teori berlaku bagi banyak jenis
ilmu pengetahuan serumpun, tetapi tidak berlaku bagi banyak jenis ilmu
pengetahuanyang berlainan rumpun. Teori ilmu pengetahuan social, cenderung
tidak dapat digunakan dalam rumpun ilmu pengetahuan alam, karena perbedaan
watak objek materi. Manusia dan masyarakat, sebagai objek materi ilmu
pengetahuan social, berpotensi labil dan cenderung berubah-ubah, sedangkan
badan-badan benda sebagai objek materi ilmu pengetahuan alam berpotensi stabil
dan cenderung tetap. Karena itu, teori ilmu pengetahuan social cenderung
berubah-ubah menurut dinamika eksistensi kehidupan manusia dan masyarakat, dan
teori ilmu pengetahuan alam cenderung bersifat tetap.
Kemudian, pada tingkat praktis
fungsional, pluralitas ilmu pengetahuan justru mendapatkan legalitas akademik.
Karena pada tingkat ini, ilmu pengetahuan dituntut untuk memberikan kontribusi
praktis secara langsung terhadap upaya reproduksi demi kelangsungan eksistensi
kehidupan manusia \. Pada tingkat ini, kebenaran teoretis potensial disusun
dalam suatu system tekhnologis, sehingga membentuk tekhnologi yang siap
memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan manusia dan masyarakat.
Pada tingkat praktis fungsional ini, pluralitas dalam hal perbedaan dan
keterpisahan ilmu pengetahuan, tersatukan dalam suatu system tekhnologi, yang
semata-mata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan eksistensi
kehidupan.
E. Menurut Al-Farabi dan Ibnu Sina
Antologi adalah objek pemikiran menjadi
objek sesuatu yang mungkin ada karena yang lain, dan ada karena dirinya sendiri.
2.3 ALIRAN-ALIRAN ONTOLOGI
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian
melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan
menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi. Pertanyaan itu berupa
“Apakah yang ada itu? (What is being?)”, “Bagaimanakah yang ada itu? (How
is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (What is being?)
- Apakah yang ada itu? (What is being?)
Dalam memberikan jawaban masalah ini lahir lima filsafat, yaitu sebagai
berikut :
1. Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua.
Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa
materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan
berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan
menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa
dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan
kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block
Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
- Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya
bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak
filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air,
karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa
unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari
segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini
merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus.
Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam
·
Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang
tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang
fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya
merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi
benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran
sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM)
dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya
yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi
hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
2. Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad
dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri,
sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam
ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak
filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran
(rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours
de la Methode (1637) dan Meditations de Prima Philosophia (1641).
Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya yang terkenal dengan Cogito
Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes,
ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz
(1646-1716 M
3. Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk
itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak
unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles,
yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat
unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William
James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal
yang mengenal.
4. Aliran Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak
ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif.
Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin
tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada
pandangan Gorgias (485-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu
ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita
ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain
aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia
terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi
diarahkan pada suatu dunia di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.
5. Aliran Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda.
Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari
bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. A artinya not,
gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya
orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang
berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya
seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai
Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah
hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang
sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain.
Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa
satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat
memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M),
yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia
bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi,
agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia
mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani.
Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)
Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap, abadi, atau berubah-ubah?
Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM) menyatakan bahwa sesuatu itu sebenarnya
khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bergson dan Russel. Seperti yang
dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini dinamis, terus bergerak, dan merupakan
struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif.
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu berada dalam alam ide, adi
kodrati, universal, tetap abadi, dan abstrak. Sementara aliran materilisme
berpendapat sebaliknya, bahwa yang ada itu bersifat fisik, kodrati, individual,
berubah-ubah, dan riil.
2.4 Aspek-aspek ontologi ilmu pengetahuan
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan
tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup
penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman
manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan
pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam
setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus; ontology menjelaskan yang ada
yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Ada beberapa aspek ontologis yang perlu diperhatikan dalam ilmu pengetahuan. Aspek-aspek ontologis tersebut adalah:
1.
Metodis
Menggunakan
cara ilmiah, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan
menggunakan metode tertentu, tidak serampangan.
2.
Sistematis
Saling berkaitan satu sama
lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. berarti dalam usaha menemukan
kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan
langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu.
3.
Koheren
Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh mengandung uraian yang
bertentangan. berarti setiap bagian dari jabaran ilmu pengetahuan itu
merupakan rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian (konsisten).
4.
Rasional
Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
5.
Komprehensif
Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan
secara multidimensional – atau secara keseluruhan (holistik)
6.
Radikal
Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
7.
Universal
Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
Contoh aspek
ontologi pada ilmu matematika
Aspek ontologi
pada ilmu matematika akan diuraikan sebagai berikut :
a.
Metodis,
matematika merupakan ilmu ilmiah (bukan fiktif)
b.
Sistematis,
ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan hubungan artinya kajian-kajian ilmu
matematika saling berkaitan antara satu sama lain
c.
Koheren, konsep, perumusan, definisi dan teorema dalam
matematika saling bertautan dan tidak bertentangan
d.
Rasional; ilmu
matematika sesuai dengan kaidah berpikir yang benar dan logi
e.
Komprehensif;
objek dalam matematika dapat dilihat secara multidimensional (dari barbagai
sudaut pandang)
f.
Radikal; dasar
ilmu matematika adalah aksioma-aksioma
g.
Universal;
ilmu matematika kebenarannya berlaku secara umum dan di mana saja
2.5 MANFAAT MEMPELAJARI ONTOLOGI
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa
manfaat, di antaranya sebagai berikut:
- Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem
pemikiran yang ada.
- Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan
eksistensi.
- Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah
keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika
Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu
monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme adalah
paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal
sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh).
Dualisme adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua
hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan
spirit). Pluralisme adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan
kenyataan. Nihilisme adalah paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang
positif. Dan agnostisisme adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan
manusia dalam mengetahui hakikat benda.
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
2.5 KESIMPULAN
Kesimpulan dari isi makalah ini adalah Dari pemaparan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa ontologi mempelajari tentang objek apa yang ditelaah
ilmu, perwujudannya dan hubungannya dengan daya tangkap manusia, sehingga dapat
menghasilkan ilmu pengetahuan . Pembahasan ontology tidak mencakup pada proses,
prosedur dan manfaat dari suatu objek yang ditelaah ilmu, tetapi lebih kepada
perwujudannya. “ada” itu. Penyusun dapat
menyimpulkan bahwa ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti
teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Pada dasarnya, ontologi
membicarakan tentang hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti
kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah).
Misalnya, pada model pemerintahan demokratis yang pada umumnya menjunjung
tinggi pendapat rakyat, ditemui tindakan sewenang-wenang dan tidak menghargai
pendapat rakyat. Keadaan yang seperti inilah yang dinamakan keadaan sementara
dan bukan hakiki. Justru yang hakiki adalah model pemerintahan yang demokratis
tersebut.
2.6
SARAN
Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan.
Sumber yang didapat pun sangat minim, namun penulis bisa memberi saran bahwa
pembelajaran tentang Filsafat ilmu bisa diterapkan
oleh semua kalangan yang ingin mengetahui tentang tentang karya ilmiah serta
dapat langsung dipelajari dalam pembuatan karya ilmiah seperti skripsi, tesis,
maupun disertasi.
DAFTAR PUSTAKA
Cecep Sumarna. Filsafat Ilmu dari
Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2006.
Harun Nasution. Filsafat Agama.
Jakarta: Bulan Bintang. 1982.
M. Zainuddin. Filsafat Ilmu
Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintas Pustaka Publisher. 2006.
Sidi Gazalba. Sistimatika Filsafat
Pengantar kepada Teori Pengetahuan, buku II, cet. I. Jakarta: Bulan Bintang. 1973.
Sunarto. Pemikiran tentang
Kefilsafatan Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset. 1983.
Suriasumantri, Jujun S., 2009, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Poedjawijatna. 2004. Tahu dan
Pengetahuan. Rineka Cipta, Jakarta
http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/07/22/perbedaan-antara-ilmu-dan- pengetahuan/ Sabtu, 09Nopember 2011
http://www.scribd.com/doc/36321509/pengertian-ontologi
http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi, , sabtu, 09 Nopember 2011
Mantap
ReplyDeleteterima kasih sudah berkunjung
DeleteMantap. Sangat membantu! Setelah membaca ini, saya menjadi sedikit faham mengenai ontologi.
ReplyDeleteTerima kasih sangat bermanfaat
ReplyDeleteTerima kasih, sangat bermanfaat, 🙏
ReplyDelete