BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem reproduksi merupakan bagian dari proses tubuh yang
bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup suatu generasi. Sistem reproduksi tidak bersifat
vital artinya tanpa adanya proses reproduksi makhluk hidup tidak mati. Akan
tetapi bila makhluk tidup tidak dapat bereproduksi maka kelangsungan generasi
makhluk hidup tersebut terancam punah, karena tidak dapat dihasilkan keturunan
(anak). Sistem reproduksi manusia tentunya berbeda pada pria dan wanita. Sistem
reproduksi wanita sangat bertanggungjawab terhadap adanya generasi selanjutnya
karena di dalam rahimnya terjadi perkembangan janin hasil fertilisasi. Hal tersbut
didukung dengan adanya organ-organ penyusun sistem reproduksi yang mempunyai
fungsi penting.
Struktur organ reproduksi wanita terdiri organ reproduksi
eksternal dan organ reproduksi internal. Sistem reproduksi eksterna terdiri dari mons veneris, labia mayora,
labia minora, klitoris, vestibulum dan perineum), sedangkan
sistem reproduksi interna terdiri atas vagina, uterus, serviks, tuba fallopii
dan ovarium (Hani dkk, 2011). Masing-masing organ reproduksi tersebut memiliki
fungsi spesifik bagi sistem reproduksi. Proses fisiologi yang terjadi dalam
organ reproduksi tersebut juga spesifik. Salah satu proses fisiologi yang
berperan penting dalam sistem reproduksi adalah pembentukan ovum melalui proses
oogenesis. Oogenesis atau pembentukan ovum pada
wanita telah dimulai sejak dalam kandungan ibunya. Setelah bayi lahir, dalam
tubuhnya telah ada sekitar satu juta oosit primer. Sebagian oosit primer
mengalami degenerasi sehingga ketika memasuki masa puber jumlah tersebut
menurun hingga tinggal sekitar 200 ribu pada tiap ovariumnya. Oosit primer ini
mengalami masa istirahat (dorman), kemudian proses oogenesis akan dilanjutkan
setelah wanita memasuki masa puber.
Masa pubertas pada wanita merupakan masa yang ditandai dengan
adanya menstrusi atau peluruhan dinding rahim. Masa pubertas dapat dikatakan
sebagai masa produktif yaitu masa untuk
mendapat keturunan, yang berlangsung kurang lebih 40 tahun. Pada masa ini
hormon-hormon reproduksi berkembang baik sehingga dapat menghasilkan keturunan.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa wanita terlihat kuat ketika
masa pubertas ini. Allah telah
menjelaskan keberadaan seorang wanita dan sistem reproduksinya dalam firman-Nya
Surat Ar Ruum ayat 54 sebagai berikut :
Artinya : “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan
lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Kuasa” (QS. Ar Ruum : 54).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa meskipun wanita terlihat
lemah, namun wanita tersebut dengan izin Allah dapat mengandung atau
menghasilkan keturunan. Wanita diciptakan sebagai maakhluk yang kuat karena
memiliki organ-organ reproduksi yang berperan penting dalam menjalankan
fungsinya menghasilkan keturunan dan menampung proses perkembangan rahim di
dalamnya. akan tetapi seiring dengan pertambahan usia, organ reproduksi wanita
mengalami kemunduran fungsi sehingga sebagaimana telah disebutkan dalam ayat di
atas bahwa wanita akan lemah dan beruban. Proses ini dalam ilmu biologi disebut
sebagai tanda-tanda menopause.
Usia tua seorang wanita dalam siklus reproduksinya
berubah menjadi masa menopause. Menopause
merupakan sebuah kata yang memiliki arti atau makna yang menjelaskan tentang
gambaran terhentinya haid atau menstruasi. Menopause dapat diartikan sebagai
haid terakhir. Menopause disebut juga sebagai periode klimakterium di mana
seorang wanita berpindah dari tahun reproduktif ketahun nonreproduktif dalam
hidupnya, pada fase ini wanita akan mengalami akhir dari proses biologis dari
siklus menstruasi, yang dikarenakan terjadinya perubahan hormon yaitu penurunan
produksi hormon estrogen yang dihasilkan ovarium. Selanjutnya
terjadi kemunduran alat-alat reproduksi, organ tubuh, dan kemampuan fisik
(Kartono, 2007).
Berdasarkan
uraian di atas, maka penting untuk mengenal anatomi dan
fisiologi organ reproduksi. Dengan mengetahui anatomi dan memahami fisiologi
reproduksinya maka seorang wanita tak perlu merasa cemas dan gelisah terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja dan itu adalah suatu hal yang
normal. Oleh karena itu, perlu disusun makalah ini guna mengetahui anatomi dan
fisiologi sistem reproduksi wanita.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimana
anatomi sistem reproduksi wanita?
2.
Bagaimana
fisiologi yang terjadi ketika menstruasi?
3.
Bagaimana
fisiologi yang terjadi ketika menopause?
1.3
Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah:
1.
Mengetahui
anatomi sistem reproduksi wanita.
2.
Mengetahui fisiologi
yang terjadi ketika menstruasi.
3.
Mengetahui
fisiologi yang terjadi ketika menopause.
1.4
Manfaat
Manfaat makalah ini adalah:
1.
Menambah
pengetahuan lebih jauh mengenai sistem reproduksi pada wanita baik dari anatomi
maupun fisiologinya.
2.
Menambah
pengetahuan lebih jauh mengenai fisiologi menstruasi dan dan menopause.
1.5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Manusia
Berasal dari
bahasa latin, yaitu: Anatomi; Ana= bagian, memisahkan, Tomi (tomie) =
Tomneinei = iris, potong. Fisiologi: Fisis (Phisys) = alam atau cara kerja,
Logos (logi) = ilmu pengetahuan. Jadi anatomi dan fisiologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang susunan atau potongan tubuh dan
bagaimana alat tubuh itu bekerja. Sistem reproduksi adalah suatu rangkaian
dan interaksi organ dan zat dalamorganisme yang dipergunakan untuk berkembang biak.
Sistem reproduksi pada suatu organisme berbeda antara jantan dan betina. Sistem reproduksi pada perempuan berpusat di ovarium.
Jadi anatomi
fisiologi sistem reproduksi wanita merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang susunan suatu rangkaian dan interaksi organ dan zat dalam organisme yang dipergunakan untuk berkembang biak.
2.2
Konsep Anatomi
dan Fisiologi Organ Genitalia Wanita
2.2.1 Organ Genitalia Eksterna
Menurut
Manuaba (1998) organ genitalia eksterna terdiri dari :
a.
Mons veneris:
disebut juga gunung venus, merupakan bagian yang menonjol di bagian depan
simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat. Setelah dewasa
tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga.
b.
Labia mayora:
merupakan kelanjutan dari mons venseris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini di
bagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan ini terdiri dari :
·
Bagian luar;
tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris
·
Bagian dalam;
tanpa rambut, merupakan selaput yang mengadung kelenjar sebasea (lemak)
c.
Labia minora :
merupakan lipatan di bagian dalam labia mayora, tanpa rambut. Di bagian atas
klitoris, labia minora bertemu membentuk prepusium klitoris dan di bagian
bawahnya bertemu membentuk prenulum klitoris, labia minora ini mengelilingi
orifisium vagina.
Gambar 2.1 Anatomi Organ Genetalia Eksterna
d.
Klitoris :
merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif dan analog
dengan penis pada laki-laki.
e.
Vestibulum:
merupakan alat reproduksi bagian luar yang dibatasi oleh kedua bibir kecil,
bagian atas klitoris, dan bagian belakang pertemuan kedua labia minora. Pada
vestibulum terdapat muara uretra, dua lubang saluran kelenjar Bartholini dan
dua lubang saluran kelenjar Skene.
f.
Kelenjar
Bartholini: kelenjar yang penting di daerah vulva dan vagina karena dapat
mengeluarkan lendir, pengeluaran lendir meingkat saat hubungan seks.
g.
Hymen (selaput
dara): merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina, bersifat rapuh dan mudah
robek, hymen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang
dikeluarkan uterus dan darah saat menstruasi.
2.2.2
Organ Genetalia
Interna
Organ-organ genetalia interna
terdiri atas:
a.
Liang senggama
(vagina)
Saluran
yang menghubungkan vulva dengan rahim, terletak di antara saluran kemih dan
liang dubur. Di bagian ujung atasnya terletak mulut rahim. Ukuran panjang
dinding depan 8 cm dan dinding belakang 10 cm. Bentuk dinding dalamnya
berlipat-lipat, disebut rugae, sedangkan di tengahnya ada bagian yang lebih
keras di sebut kolumna rugarum. Dinding vagina terdiri dari dari lapisan mukosa, lapisan otot, dan
lapisan jaringan ikat. Berbatasan dengan serviks membentuk ruangan lengkung,
antara lain forniks lateral kiri dan kanan, forniks anterior, dan forniks
posterior, arteria hemoroidalis mediana, dan arteria pudendus interna. Fungsi
penting dari vagina ialah sebagai saluran keluar untuk mengalirkan darah haid
dan secret lain dari rahim, alat untuk
bersenggama dan jalan lahir pada waktu bersalin (Mochtar, 1998).
Gambar 2.2
Lubang Vagina
b.
Rahim (uterus)
Uterus
adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya ditutupi oleh
peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa rahim. Dalam keadaan
tidak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih
dan dubur. Rahim berbentuk seperti bola lampu pijar atau buah pear, mempunyai
rongga yang terdiri dari tiga bagian besar yaitu, badan rahim (korpkus uteri)
berbentuk segitiga, leher rahim (serviks uteri) berbentuk silinder, dan rongga
rahim (kavum uteri). Bagian rahim antara kedua pangkal tuba, yang disebut fundus uteri, merupakan bagian proksimal
rahim. Besar rahim berbeda-beda, bergantung pada usia dan pernah melahirkan
anak atau belum. Ukurannya kira-kira sebesar telur ayam kampong. Pada nulipara
ukurannya 5,5-8 cm x 3,5-4 cm x 2-2,5 cm, multipara 9-9,5 cm x 5,5-6 cm x 3-3,5
cm. Beratnya 40-50 gram pada nulipara dan 60-70 gram pada multipara. Letak
rahim dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi. Letak-letak lainnya
adalah antefleksi (tengah ke depan), retrofleksi (tengah ke belakang),
anteversi (terdorong ke depan), retroversi (terdorong ke belakang). Suplai
darah rahim dialiri oleh arteri uterine yang berasal dari arteri iliaka interna
(arteri hipogastrika) dan arteri ovarika. Fungsi utama rahim adalah setip bulan
berfungsi dalam siklus haid, tempat janin tumbuh kembang, dan berkontraksi
terutama sewaktu beralin dan sesudah bersalin (Mochtar, 1998).
Dinding rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu :
·
lapisan serosa (lapisan peritoneum) di luar
·
lapisan otot (lapisan miometrium) di tengah
·
lapisan mukosa (endometrium) di dalam
Dalam siklus menstruasi yang selalu berubah adalah
endometrium. Sikap dan letak uterus dalam rongga panggul terfiksasi dengan baik
karena disokong dan dipertahankan oleh :
·
tonus rahim sendiri
·
tekanan intra abdominal
·
otot-otot dasar panggul
·
ligamentum-ligamentum
Ligamentum-ligamentum uterus antara lain :
a.
Ligamentum Latum
Terletak di kanan kiri uterus meluas
sampai dinding rongga panggul dan dasar panggul, seolah-olah menggantung pada
tuba. Ruangan antar kedua lembar dari lipatan ini terisi oleh jaringan yang
longgar disebut parametrium dimana berjalan arteria, vena uterina pembuluh
limpa dan ureter.
b. Ligamentum Rotundum (Ligamentum
Teres Uteri)
Terdapat pada bagian atas lateral
dari uterus, kaudal dari insersi tuba, kedua ligamen ini melelui kanalis
inguinalis kebagian kranial labium mayus. Terdiri dari jaringan otot polos dan
jaringan ikat ligamen. Ligamen ini menahan uterus dalam antefleksi. Pada saat
hamil mengalami hypertrophi dan dapat diraba dengan pemeriksaan luar.
c. Ligamentum Infundibulo Pelvikum (
Ligamen suspensorium)
Ada 2 buah kiri kanan dari
infundibulum dan ovarium, ligamen ini menggantungkan uterus pada dinding
panggul. Antara sudut tuba dan ovarium terdapat ligamentum ovarii propium.
d. Ligamentum Kardinale ( lateral
pelvic ligament/Mackenrodt’s ligament
Terdapat di kiri kanan dari serviks
setinggi ostium internum ke dinding panggul. Ligamen ini membantu mempertahankan
uterus tetap pada posisi tengah (menghalangi pergerakan ke kanan ke kiri) dan
mencegah prolap.
e. Ligamentum Sakro Uterinum
Terdapat di kiri kanan dari serviks
sebelah belakang ke sakrum mengelilingi rektum.
f.
Ligamentum Vesiko Uterinum
Dari uterus ke kandung kemih
Fungsi utama uterus :
1.
Setiap bulan berfungsi dalam pengeluaran darah haid dengan
adanya perubahan dan pelepasan dari endometrium.
2. Tempat janin tumbuh dan berkembang.
3. Tempat melekatnya plasenta.
4.
Pada kehamilan, persalinan dan nifas mengadakan kontraksi
untuk lancarnya persalinan dan kembalinya uterus pada saat involusi.
Gambar 2.3 Uterus
Uterus merupakan organ berongga dan berdinding
tebal, terletak di tengah-tengah rongga panggul di antara kandung kemih dan
rektum. Uterus pada wanita dewasa berbentuk seperti buah avokad atau buah pir
dengan ukuran 7,5 x 5 x 2,5 cm. Uterus terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu
corpus uteri dan serviks uteri, dimana kedua bagian tersebut menyatu pada
bagian yang disebut ismus. Hampir seluruh dinding uterus diliputi oleh serosa
(peritoneum viseral) kecuali di bagian anterior dan di bawah ostium
histologikum uteri internum. Uterus mempunyai tiga lapisan, yaitu:
1.
Perimetrium: di bawahnya terdapat jaringan ikat
subserosa; lapisan yang paling padat dan terdapat berbagai macam ligamen yang
memfiksasi uterus ke serviks.
2.
Miometrium: lapisan otot uterus dan lapisan
paling tebal, terdiri atas serabut-serabut otot polos yang dipisahkan oleh
jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah. Miometrium terdiri atas tiga
lapisan, otot sebelah luar berjalan longitudinal dan lapisan sebelah dalam
berjalan sirkuler, di antara kedua lapisan ini otot polos berjalan saling
beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.
Ketebalan miometrium sekitar 15 mm pada uterus perempuan nulipara dewasa.
3.
Endometrium: lapisan terdalam yang terdapat di
sekitar rongga uterus. Endometrium terdiri atas epitel selapis kubik,
kelenjar-kelenjar dan stroma dengan banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok.
Endometrium mengalami perubahan yang cukup besar selama siklus menstruasi.
Bagian atas uterus disebut fundus uteri dan merupakan tempat tuba Falopii kanan
dan kiri masuk ke uterus.
c.
Saluran
telur (tuba falopii)
Saluran
yang keluar dari kornu rahim kanan dan
kiri, panjangnya 12-13 cm, diameter
mencapai 8 mm. Bagian luarnya diliputi oleh peritoneum visceral yang merupakan
bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam saluran dilapisi silia, yaitu rambut
getar yang befungsi untuk menyalurkan telur dan hasil konsepsi. Fungi saluran
telur adalah sebagai saluran telur, menangkap dan membawa ovum yang dilepaskan
oleh indung telur, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat
terjadinya pembuahan (konsepsi/fertilisasi) dan empat pertumbuahn dan
perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap
mengadakan implantasi. Tuba fallopi terdiri atas (Mochtar, 1998):
1)
Pars
interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum
internum tuba.
2)
Pars istmika
tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang paling
sempit.
3)
Pars ampuralis
tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.
4)
Pars
infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang disebut
fimbriae tubae.
Gambar 2.4 Bagian-bagian tuba fallopi
d.
Indung
telur (ovarium)
Merupakan
kelenjar berbentuk buah kenari terletak
kiri dan kanan
uterus dibawah tuba
uterina dan terikat
di sebelah belakang
oleh ligamentum latum
uterus. Bentuknya seperti buah almon, sebesar ibu jari tangan (jempol)
berukuran 2,5-5 cm x 1,5-2 cm x 0,6-1 cm. Indung telur ini posisinya ditunjang
oleh mesovarium, liga ovarika, dan liga infundibulopelvikum. Menurut
strukturnya ovarium terdiri kulit (korteks) atau zona parenkimatosa yang
terdiri dari tunika albuginea (epitel berbentuk kubik), jaringan ikat di
sela-sela jaringan lain, stroma (folikel primordial, dan folikel de Graaf), dan
sel-sel Warthand. Inti (medula) atau zona vaskulosa, terdiri dari stroma berisi
pembuluh darah, serabut saraf, dan beberapa otot polos.
Diperkirakan
terdapat 100 ribu folikel primer pada wanita. Pada kurun reproduksi, tiap-tiap
bulan satu folikel atau kadang-kadang dua folikel akan matang, lalu keluar
pecah dan muncul ke permukaan korteks. Setiap bulan sebuah folikel berkembang
dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus
menstruasi. Fungsi indung telur adalah menghasilkan ovum, hormon-hormon
(progesteron dan estrogen) dan ikut serta mengatur haid. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan
pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon
steroid. Ada 2 jenis bagian dari ovarium yaitu (Mochtar, 1998):
1)
Korteks ovarii
a)
Mengandung
folikel primordial
b)
Berbagai fase
pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c)
Terdapat corpus
luteum dan albikantes
2)
Medula ovarii
a)
Terdapat
pembuluh darah dan limfe
b)
Terdapat serat
saraf
Memasuki pubertas yaitu
sekitar usia 13-16
tahun dimulai pertumbuhan
folikel primordial ovarium yang
mengeluarkan hormon estrogen.
Estrogen merupakan hormone
terpenting pada wanita. Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks
sekunder pada wanita
seperti pembesaran payudara,
pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut
ketiak, dan akhirnya
terjadi pengeluaran darah
menstruasi pertama yang disebut menarche. Awal-awal menstruasi sering
tidak teratur karena folikel graaf belum melepaskan ovum yang
disebut ovulasi. Hal
ini terjadi karena
memberikan kesempatan pada estrogen
untuk menumbuhkan tanda-tanda
seks sekunder. Pada
usia 17-18 tahun
menstruasi sudah teratur dengan interval 28-30 hari yang berlangsung
kurang lebih 2-3 hari disertai dengan ovulasi, sebagai kematangan organ
reproduksi wanita.
Gambar 2.5 Perkembangan Folikel di Ovarium
2.3
Payudara
Disebut
juga glandula mammaria merupakan alat reproduksi tambahan. Setiap
payudara terletak pada setiap sisi sterneum. Payudara ditopang oleh ligamentum
suspensorium sehingga tetap stabil, berbentuk tonjolan setengah bola dan
mempunyai ekor (cauda) dari jaringan yang meluas ke ketiak atau axilla (cauda
axillaris). Ukuran payudara berbeda tiap orang, bergantung pada stadium
perkembangan umur. Tidak jarang ukuran salah satu payudar agak besar dari
payudara yag lain, struktur makroskopik payudara terdiri atas bagian-bagian
yatu, cauda axillaris adalah jaringan payudara yang meluas ke arah axilla,
areola adalah daerah lingkaran yang terdiri atas kulit longgar dan mengalami
hiperpigmentasi, papilla mamae terletak di pusat areola mamae setinggi
costa ke 4, bagian ini merupakan tonjolan dengan panjang kira-kira 6 mm, tersusun atas jaringan
erektil berpigmen dan sangat peka, papilla ini berlubang-lubang yang merupakan
muara dari duktus laktiferus. Ampulla
adalah bagian dari duktus laktiferus yang melebar, yang merupakan tempat
menyimpan air susu, ampulla terletak di bawah areola.
Berdasarkan
struktur mikroskopik, payudara terdiri dari dari alveoli, yaitu mengandung
sel-sel yang mengekskresi air susu,
tubulus laktiferus adalah saluran kecil yang berhubugan dengan alveoli,
dan duktus laktiferus adalah saluran yang merupakan muara beberapa tubulus
latiferus. Suplai darah ke payudara berasal dari arteria mammaria interna,
eksterna, dan arteri intrcostalis superior, drainase vena melalui pembuluh
darah yang akan masuk ke dalam vena mammaria interna dan vena aksilaris (Ummi
dkk, 2011). Sedangkan Syaifuddin (1997) juga mengatakan bahwa payudara adalah
pelengkap organ reproduksi pada wanita dan mengeluarkan air susu, buah dada
terletak dalam fasia superfisialis di daerah antara sternum dan aksila, melebar
dari iga kedua sampai iga ketujuh. Bagian tengah terdapat puting susu yang di
kelilingi oleh aerola mamae yang berwarna coklat. Dekat dasar puting terdapat
kelenjar montgomeri yang mengeluarkan zat lemak supaya puting tetap lemas, putting mempunyai lubang
+ 15-20 buat tempat saluran kelenjar susu. Struktur mamae terdiri dari
bahan-bahan kelenjar susu (jaringan alveolar) tersusun atas lobus-lobus yang
saling terpisah oleh jaringan ikat dan
jaringan lemak, setiap lobus bermuara ke dalam duktus laktiferus.
Pembesaran payudara pada masa awal menstruasi disebabkan pengaruh hormon
estrogen dan progesteron yang disekresi oleh ovarium. Pada masa menopause
lama-kelamaan ovarium terhenti berfungsi dan jaringan buah dada mengkerut.
2.4
Menstruasi
Menstruasi
adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah
ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak,
2004). Suzannec (2001) mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses kompleks
yang mencakup reproduktif dan endokrin. Menurut Bobak (2004), siklus menstruasi
merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan
terjadi secara simultan.
2.4.1
Fisiologi
Menstruasi
Fungsi
menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran
reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena
tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun
lama siklus menstruasi (Bobak, 2004). Ovarium menghasilkan hormon steroid,
terutama estrogen dan progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan
oleh folikel ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh
sel-sel yang mengelilinginya (Suzannec, 2001).
Estrogen
ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol. Estrogen
bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan organorgan reproduktif
wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa.
Estrogen memainkan peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam
perubahan siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur
perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron
merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan endometrium yang
merupakan membran mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah
dibuahi. Jika terjadi kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap
plasenta dan untuk mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen
juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen
terlibat dalam perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita
(Suzannec, 2001).
Menstruasi
disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3 tahun setelah
menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun. Dengan memperhatikan
komponen yang mengatur menstruasi dapat dikemungkakan bahwa setiap penyimpangan
system akan terjadi penyimpangan pada patrum umun menstruasi. Pada umumnya
menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama ±7 hari. Lama perdarahannya
sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncak
pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian
pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari (Manuaba
dkk, 2006).
2.4.2
Siklus
Menstruasi
Siklus ovarium secara spesifik merujuk pada pristiwa yang terjadi
di dalam ovary pada seksual yang matang, wanita tidak hamil (nonpregnant
women) selama siklus menstruasi. Hipotalamus dan pituitari anterior
menghasilkan hormon yang mengontrol peristiwa tersebut. FSH dari pituitary
anterior berperan dalam menginisiasi perkembanagan folikel primer dan sebanayak
25 folikel mulai matang selamas setiap siklus menstruasi. Folikel yang memulai
perkembangannya akibat respon FSH dapat tidak mengalami ovulasi selama siklus
menstruasi yang sama dimana folikel-folikel tersebut mulai amtang, tetapi
folikel-folikel tersebut dapat mengalami ovulasi satu atau dua siklus
selanjutnya. Meskipun beberapa folikel mulai matang selama setiap siklus,
normalnya hanya satu yang mengalami ovulasi dan sisanya mengalami degenerasi.
Folikel yag lebih besar dan lebih matang muncul dan mensekresikan estrogen dan
substansi lain yang mempunyai efek inhibitor terhadap folikel lain yang kurang
matang.
Awal siklus menstruasi ditandai dengan sekresi GnRH dari
hipotalamus, meningkatnya sensitivitas dari pituitary anterior akibat
peningkatan GnRH. Perubahan stimulasi tersebut memproduksi dan mensekresi FSH
dan LH dari pituitary anterior. FSH dan LH menstimulasi pertumbuhan dan
pematangan folikel serta peningkatan sekresi estradiol oleh folikel yang sedang
berkembang. FSH menekankan efeknya pada sel-sel granulose sedangkan LH efeknya
dimulai pada sel-sel teka interna dan selanjutnya pada sel granulosa.
LH menstimulasi sel-sel teka interna untuk memproduksi androgen
yang berdifusi dari sel-sel teka menuju sel-sel granulose. FSH
menstimulasi sel-sel granulosa untuk mengubah androgen menjadi estrogen.
Sebagai tambahan, secara berangsur-angsur FSH meningkatkan reseptor LH pada
sel-sel granulosa dan estrogen yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa
meningkatkan reseptor LH dalam sel-sel teka. Setelah reseptor LH di dalam
sel-sel granulosa meningkat, LH menstimulasi sel-sel untuk memproduksi beberapa
progesterone yang berdifusi dari sel-sel granulosa menuju sel-sel teka interna
dimana progesterone diubah menjadi androgen. Sehingga produksi androgen oleh
sel-sel teka interna meningkat dan perubahan dari androgen menjadi estrogen
oleh sel-sel granulosa berpengaruh pada peningkatan sekresi estrogen oleh
sel-sel tersebut selama fase folikular, meskipun hanya terjadi sedikit
peningkatan pada sekresi LH. Level FSH mengalami penurunan selama fase
folikular karena folikel yang sedang berkembang memproduksi inhibin, dan
inhibin memberikan efek umpan balik negative terhadap sekresi FSH.
Sementara itu, level estrogen mulai mengalami peningkatan pada fase
folikular, dimana mereka memberikan efek umpan balik positif terhadap sekresi
LH dan FSH oleh hormone pituitary anterior. Peningkatan level estrogen penting
untuk terjadinya efek umpan balik positif. Sebagai respon dari efek umpan balik
positif ini adalah peningkatan sekresi LH dan FSH secara cepat dan dalam jumlah
yang banyak namun hanya sampai sebelum ovulasi.
Peningkatan level LH disebut gelombang LH dan peningkatan level FSH
disebut gelombang FSH. Gelombang LH terjadi beberapa jam lebih awal dan kadar
yang lebih tinggi daripada gelombang FSH. Gelombang LH menginisiasi terjadinya
ovulasi dan menyebabkan folikel yang telah terovulasi menjadi korpus luteum.
Sedangkan FSH dapat menjadikan folikel lebih sensitif untuk mempengaruhi LH
dengan menstimulasi sintesis peningkatan reseptor LH di dalam folikel dan
dengan menstimulasi perkembangan folikel yang dapat mengalami ovulasi pada
siklus ovary selanjutnya.
Gelombang LH menyebabkan oosit primer melengkapi pembelahan meiosis
I hanya sebelum atau selama proses ovulasi. Selain itu, gelombang LH
menyebabkan beberapa pristiwa seperti inflamasi atau peradangan di dalam
folikel matang dan mengakibatkan terjadinya ovulasi. Setelah ovulasi, produksi
estrogen oleh folikel menurun dan produksi progesterone meningkat yang
menyebabkan sel-sel granulosa diubah menjadi sel-sel korpus luteum. Setelah
korpus luteum terbentuk, level progesterone menjadi lebih tinggi dibandingkan
sebelum ovulasi dan beberapa estrogen juga diprosuksi. Peningkatan estrogen dan
progesterone memeberiakn efek umpan balik negative terhadap sekresi GnRH dari
hipotalamus. Akibatnya, sekresi LH dan FSH dari pituitary anterior menurun.
Estrogen dan progesterone menyebabkan reseptor GnRH tidak teregulasi di dalam
pituitary anterior dan sel-sel pituitary anterior menjadi kurang sensitif
terhadap GnRH. Karena penurunan sekresi GnRH, laju sekresi LH dan FSH menurun
menuju level paling rendah setelah ovulasi.
Jika terjadi fertilisasi, calon embrio akan mensekresikan
substansii mirip LH yang disebut HCG (Human Chorionic Gonadotropin),
yang menjaga agar korpus luteum tidak mengalami degenerasi. Akibatnya level
estrogen dan progesterone tidak mengalami penurunan dan menses tidak terjadi.
Namun jika tidak terjadi fertilisasi, HCG tidak di produksi. Sel-sel korpus
luteum mulai meluruh pada hari ke-25 atau ke-26 dan level estrogen dan
progesterone menurun secara cepat yang menyebabkan terjadinya menses. Pada saat
terjadinya menses, terjadi kontraksi pada sel-sel otot polos yang terdapat di
uterus. Kontraksi tersebut di stimulasi oleh hormone oksitosin. Hormon
oksitosin ini disintesis oleh badan sel nucleus paraventrikularis pada
hipotalamus.
Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus
menstruasi, yaitu:
1) Siklus Endomentrium
Siklus
endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu :
Siklus uterus berarti perubaan yang terjadi pada endometrium dari
uterus selama siklus menstruasi. Di sisi lain juga terdapat perubahan yang
terjadi dalam vagina dan struktur lain selama siklus menstruasi. Sekresi siklik
dari estrogen dan progesteron yang paling besar menyebabkan perubahan tersebut.
a.
Fase menstruasi
Pada fase ini,
endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan
yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama
lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen,
progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya
selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai
meningkat.
b.
Fase
proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang
berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid,
misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18
siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar
empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium
tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang
akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen
yang berasal dari folikel ovarium.
c.
Fase
sekresi/luteal
Fase sekresi
berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode
menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang
matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus.
Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.
d.
Fase
iskemi/premenstrual
Implantasi atau
nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi.
Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi
estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan
progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke
endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional
terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
Gambar 2.6
Siklus Uterus
Siklus
uterus dimulai dari fase poliferasi. Pada fase proliferasi, tebal lapisan
endometrium 0,5 mm akan bertumbuh menjadi 4-5 mm. Fase poliferasi terbagi atas
3 tahapan yaitu: (1) Fase awal (hari ke-4 sampai hari ke-7) terjadi regenerasi
epitel, kelenjar masih pendek dan mitosis epitel, stroma padat disertai
mitosis; (2) Fase pertengahan (hari ke-8sampai hari ke-10) ditandai dengan
gambaran kelenjar panjang dan berbentuk kurva, epitel permukaan menjadi
kolumnar dan terdapat mitosis; dan (3) Fase proliferasi lanjut, kelenjar
berkelok-kelok, inti pseudostratified dan stroma tumbuh sangat aktif dan tebal
(Kurman and Mazur, 2005).
Setelah terjadi
ovulasi, akan diikuti fase sekretori. Fase sekretori, vaskularisasi endometrium
sangat meningkat dan stroma endometrium longgar akibat pengaruh hormon estrogen
dan progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum. Kelenjar mulai bergelung
dan menggumpar, serta mulai mensekresikan cairan. Akhir dari siklus uterus
adalah fase menstruasi. Fase menstruasi terjadi regresi korpus luteum, pasokan
hormon untuk endometrium terhenti. Endometrium menjadi lebih tipis, karena
terjadi nekrosis di endometrium, juga terjadi spasme dan nekrosis dinding
arteri spiralis. Yang menimbulkan pendarahan berbercak,selanjutnya menyatu dan
menghasilkan darah menstruasi (Ganong, 2008).
Gambar 2.7 Siklus Menstruasi
2.4.3 Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon).
Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel
primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum
ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh
FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi,
folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi
baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi,
korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional
endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.
2.4.4 Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini
menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin releasing hormone
(Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone
(FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi
estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu
hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH
mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila
tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum
menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi
menstruasi.
Gambar 2.8 Siklus Menstruasi
2.4.5 Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi
Menurut Praworohardjo (1999), ada beberapa faktor yang memegang
peranan dalam siklus menstruasi antara lain:
1. Faktor enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya
enzimenzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen
dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalam
pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian
bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang
berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah
berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat
makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum
apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya
kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, karena itu timbul
gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endomentrium
dan perdarahan.
2. Faktor vaskuler
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi
dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh
pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi endometrium timbul statis dalam
vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya
terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri
maupun dari vena.
3. Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2.
dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan
berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada
haid.
2.5
Menopause
Kata ”menopause” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”men” yang
berarti bulan dan ”peuseis” yang berarti penghentian sementara. Secara
lingustik yang lebih tepat adalah ”menocease” yang artinya berhentinya masa
menstruasi (Smart, 2010). Banyak definisi tentang menopause yang dikemukan oleh
para ahli, di antaranya mereka mengatakan menopause adalah :
Burger (2007), mendefinisikan menopause adalah berhentinya
menstruasi secara permanen yang diakibatkan hilangnya folikel ovarium yang
diperantai oleh transisi menopause,
suatu penanda awal munculnya ketidakteraturan menstruasi. Mckinlay (1996),
mengatakan secara klinis menopause alami dapat didiagnosa setelah 12 bulan
berturut-turut tidak menstruasi tampa sebab yang jelas (seperti kehamilan,
menyusui) sejak menstruasi terakhir.
Menopause adalah masa kehidupan wanita ketika kemampuan
reproduksinya berhenti. Ovary (kelenjar
reproduksi wanita) berhenti fungsinya dan menghasilkan hormon yang lebih
sedikit (WHO, 1996). Pengertian lain dari
menopause adalah berhentinya
menstruasi secara permanen yang disebabkan hilangnya fungsi folikel-folikel sel
telur (Greendale, 1999). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menopause
adalah masa setelah satu tahun berhentinya menstruasi/haid yang disebabkan oleh
menurunnya produksi hormon estrogen
dan progesteron di ovarium
dan berakhirnya masa reproduksi seorang wanita.
2.5.1
Fisiologi
Menopause
Kasdu (2000), mengatakan sejak lahir bayi wanita sudah mempunyai
770.000-an sel telur yang belum berkembang. Pada fase prapubertas, yaitu usia
8–12 tahun, mulai timbul aktifitas ringan dari fungsi endokrin
reproduksi. Selanjutnya, sekitar 12–13 tahun, umumnya seorang wanita
akan mendapatkan menarche (haid pertama kali). Masa ini disebut sebagai
pubertas dimana organ reproduksi wanita mulai berfungsi optimal secara
bertahap. Pada masa ini ovarium mulai mengeluarkan sel-sel telur yang siap
untuk dibuahi. Masa ini disebut fase reproduksi atau periode fertil (subur)
yang berlangsung sampai usia sekitar 45 tahunan. Pada masa ini wanita mengalami
kehamilan dan melahirkan. Fase terakhir kehidupan wanita atau setelah masa
reproduksi berakhir disebut
klimakterium, yaitu masa
peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke periode non
produktif. Periode ini berlangsung antara 5–10 tahun sekitar menopause yaitu 5
tahun sesudah menopause.
2.5.2
Tahap-Tahap
Menopause
Menopause terbagi dalam beberapa fase, menurut Manuaba (1999),
perubahan wanita menuju masa menopause antara usia 50-65 tahun yaitu :
a.
Fase
pra-menopause (klimakterium), pada fase ini seorang wanita akan mengalami
kekacauan pola menstruasi, terjadi perubahan psikologis/kejiwaan dan perubahan
fisik. Berlangsung sekitar 4-5 tahun, ini terjadi pada usia antar 48-55 tahun.
b.
Fase menopause,
berhentinya menstruasi. Perubahan dan keluhan psikologis fisik makin menonjol,
berlangsung sekitar 3-4 tahun, pada usia antara 56-60 tahun
c.
Fase
pasca-menopause (senium), terjadi pada usia di atas 60-65 tahun. Wanita beradaptasi
terhadap perubahan psikologis dan fisik, keluhan makin berkurang.
Kasdu (2004), mengatakan pada masa premenopause, hormon estrogen dan
progesteron masih tinggi, tetapi semakin rendah ketika memasuki masa
perimenopause dan postmenopause. Keadaan ini berhubungan dengan fungsi ovarium
yang terus menurun. Semakin meningkat usia seorang wanita, semakin menurun
jumlah sel-sel telur pada kedua indung telur. Hal ini disebabkan adanya ovulasi
pada setiap siklus haid, dimana pada setiap siklus, antara 20 hingga 1.000 sel
telur tumbuh dan berkembang, tetapi hanya satu atau kadang-kadang lebih yang
berkembang sampai matang akan juga mati, juga karena proses atresia,
yaitu proses awal pertumbuhan sel telur yang segera berhenti dalam
beberapa hari atau tidak berkembang. Proses ini terus menurun selama kehidupan
wanita hingga sekitar 50 tahun karena produksi
ovarium menjadi sangat berkurang
dan berakhir berhenti bekerja.
Sarwono (2002), menyebutkan penurunan fungsi ovarium
menyebabkan berkurang kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan
gonadotropin, keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya interaksi antara
hipotalamus-hipofisis. Pertama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum.
Kemudian, turunnya produksi steroid ovarium
menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus.
Keadaan ini meningkatkan produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH). Dari kedua
gonadotropin itu yang paling tinggi peningkatannya adalah FSH. Kadar FSH pada masa menopause
adalah 30-40 µ/ml.
2.5.3
Gejala dan
Keluhan pada Wanita Menopause
Ketika akan menopause, terjadi perubahan-perubahan pada tubuh yang
dapat menimbulkan keluhan-keluhan pada wanita
menopause. Gejala awal yang terjadi pada masa menopause adalah
menstruasi menjadi tidak teratur, cairan haid menjadi semakin sedikit atau semakin
banyak, hot flushes yang kadang-kadang menyebabkan insomnia, palpitasi, pening,
dan rasa lemah. Gangguan seksual (perubahan libido dan disparenia).
Gejala-gejala saluran kemih seperti urgensi, frekwensi, nyeri saat berkemih,
infeksi saluran kemih, dan inkontinensia (Shimp & Smith, 2004).
Hanafiah (2000), mengatakan turunya fungsi ovarium mengakibatkan
hormon estrogen dan progesteron sangat berkurang di dalam tubuh wanita.
Penurunan sampai hilangnya hormon estrogen dari ovarium ini yang terjadinya
pada awal masa klimakterium sampai
hilangnya fungsi ovarium (ooforase) menimbulkan keluhan-keluhan tertentu
(sindrom defesiensi estrogen) yang
kadang-kadang sangat mengganggu dan memerlukan pengobatan. Dalam jangka pendek
pada masa pra dan pascamenopause, turunnya kadar estrogen menyebabkan timbulnya
suatu gejala yang merupakan sindromma klimakterium dan dalam jangka panjang
dapat menimbulkan penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan demensia tipe
Alzheimer.
Adapun gejala dan keluhan yang umum muncul pada wanita menopause (Hanafiah, 2000) yaitu :
a.
Gangguan
vasomotor, yaitu hot flushes (gejolak panas) dan keringat banyak pada malam
hari (night sweats). Manuaba (1998), mengatakan hot flush adalah rasa panas yang
luar biasa pada wajah dan tubuh bagian atas seperti leher dan dada. Hot
flushes terjadi pada malam hari, dan
menyebabkan keluarnya keringat, terjadi selama beberapa detik atau menit,
tetapi ada juga yang berlangsung sampai 1 jam. Hot flushes berlangsung selama
2-5 tahun ketika wanita akan memasuki usia menopause atau saat menopause dan
akan menghilang sekitar 4-5 tahun pasca menopause. Gejala ini terjadi karena
pada saat menopause, seiring dengan
terhentinya menstruasi akan terjadi peningkatan hormon FSH dan LH serta rendahnya estrogen.Salah satu efek samping
dari FSH adalah terjadinya vasodilatasi dibawah kulit yang dapat menimbulkan
perubahan yaitu pelebaran pada pembuluh darah, sehingga meningkatkan aliran
darah dibawah kulit. Melebarnya pembuluh darah pada wajah, leher, dan tengkuk
menimbulkan semburan rasa panas. Rasa panas ini muncul tiba-tiba dan akan
hilang setelah beberapa menit berikutnya (Guyton, 1999).
b.
Gangguan
psikis, yaitu irritabilitas (mudah tersinggung), ansietas (cemas), depresi, susah tidur, libido menurun dan
pelupa.
c.
Gangguan
urogenital, yaitu incontinence urine (berkemih tidak tertahan), frequency
(sering berkemih), dysuria (nyeri berkemih) dan nocturia
(berkemih malam hari) serta dyspareunia (nyeri bersetubuh)
d.
Perubahan pada
alat-alat non genetalia, yaitu rambut rontok, kulit mengalami atropi dan kering serta tampak keriput.
e.
Sulit Tidur
Bender (1998)
dalam Lasmini (2000), mengatakan bahwa sulit tidur merupakan gejala yang sering
dialami oleh wanita menopause, sehingga
dengan alasan tersebut mereka mencari pertolongan ke tenaga medis. Beberapa hal
dari sulit tidur ini, merupakan suatu dampak dari rasa semburan panas hot
flusth, dan banyak keringat diwaktu malam sehingga merasa terganggu pada saat
tidurnya. Gangguan tidur dapat juga ada hubungannya dengan penurunan hormon estrogen pada wanita yang mempengaruhi produksi
dari serotonim, yaitu zat kimia yang ada di otak yang
memiliki peranan penting dalam mengatur pola tidur.
f.
Vagina Kering
Menurut Kasdu
(2004), gangguan seksual terjadi karena penurunan kadar estrogen yang menyebabkan vagina menjadi atropi,
kering, gatal. Panas, dan nyeri saat aktifitas seksual (disparenia)
karena setelah menopause sekresi vagina berkurang. Disamping itu
dinding vagina menjadi tipis, elastisitasnya berkurang danmenjadi lebih pendek
serta lebih rendah, akibatnya terasa tidak nyaman dan nyeri selama aktifitas
seksual. Atropi vagina terjadi 3-6 bulan setelah menopause dan gejalanya dirasakan dalam 5
tahun menopause.
g.
Tidak Dapat
Menahan Air Seni
Atropi juga dapat terjadi pada saluran kemih bagian
bawah, sehingga otot penyangga uretra dan
kandung kemih menjadi lemah. Hilangnya onus otot utetra karena menurunnya kadar
estrogen, akibat terjadinya gangguan penutupan uretra dan perubahan pola aliran
urine menjadi tidak normal sehingga fungsi kandung kemih tidak dapat
dikendalikan (inkontinensia urine) dan mudah terjadi infeksi pada saluran kemih
bagian bawah (Shimp & Smith, 2000).
h.
Perubahan Kulit
Selain itu
turunnya kadar estrogen juga berpengaruh pada jaringan kolagen yang
berfungsi sebagai jaringan penunjang pada tubuh. Hilangnya kolagen menyebabkan
kulit menjadi kering dan keriput, rambut terbelah-belah, rontok, gigi mudah
goyang dan gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, serta timbulnya rasa sakit dan
ngilu pada persendiaan (Kasdu, 2004).
i.
Osteoporosis
Osteoporosis
merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan menurunnya massa tulang
dan mikroarsitektur dari jaringan tulang akibat berkurangnya hormon estrogen
(Proverawati, 2009). Estrogen juga
membantu penyerapan kalsium ke dalam tulang, sehingga wanita yang telah
mengalami menopause mempunyai resiko lebih mudah terkena osteoporosisi.
Kehilangan massa tulang merupakan fenomena universal yang dimulai sekitar usia
40 tahun, dan meningkat pada wanita postmenopause,
yaitu rata-rata kehilangan massa tulang 2% tiap tahun. Pada tahun-tahun awal
setelah menopause, kehilangan massa tulang berlangsung sangat cepat dan resiko
jangka panjang untuk terjadinya patah tulang meningkat (Kasdu, 2004). Lebih
dari 90% pasien pasien osteoporosis adalah wanita postmenopause.
Diperkirakan antara 25% dan 44% wanita postmenopause mengalami fraktur karena
osteoporosis, terlebih pada tulang belakang, sendi paha, dan lengan bawah. Pada
wanita kulit putih, kira-kira 8 dari 1000 mengalami fraktur oeteoporosis, dan pada wanita kulit
hitam 3 dari 1000. Walaupun wanita kulit
putih dan wanita Asia mempunyai resiko yang meningkat untuk menjadi fraktur tulang karena osteoporosisi, wanita
kulit hitam mempunyai angka kematian lebih tinggi pada 6 bulan pertama setelah
fraktur tulang paha dibanding wanita kulit putih, yaitu 20% dan11% (Shimp dan
Smith, 2000).
2.5.4
Perubahan
Psikologis Wanita Menopause
Selain perubahan fisik, perubahan-perubahan psikologis juga sangat mempengaruhi
kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause. Perubahan yang terjadi pada wanita
menopause adalah perubahan mood, irritabilitas, kecemasan, labilitas emosi,
merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit
mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga (Glasier dan Gebbie, 2005).
Stress kehidupan setengah baya dapat memperburuk menopause. Menghadapi
anak remaja, emptynest syndrome, perpisahan atau ketidak
harmonisan perkawinan, sakit atau kematian teman atau keluarga, kurangnya
kepuasan pada pekerjaan, penambahan berat badan atau kegemukan adalah beberapa
bentuk stress yang mengakibatkan resiko masalah emosional yang serius (Bobak,
2005).
Emptynest syndrome adalah suatu keadaan yang terjadi pada saat anak-anak
meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupan masing-masing. Anggapan bahwa
tugas sebagai orang tua berakhir sesaat setelah anak-anak meninggalkan rumah
sering membuat orang tua menjadi stress terutama bagi para ibu yang merasa
kehilangan arti atau makna hidup bagi dirinya (Mackenzie,1996). Selain itu
latar belakang masing-masing wanita sangat berpengaruh terhadap kondisi
wanita dalam mengalami masa menopause,
misalnya apakah wanita tersebut menikah atau tidak, apakah wanita tersebut
mempunyai suami, anak, cucu, atau kehidupan keluarga yang membahagiakannya, serta
pekerjaan yang mengisi aktivitas sehari-harinya (Kasdu, 2004).
Peran budaya juga dapat mempengaruhi status emosi selama
perimenopause. Banyak wanita mempersepsikan ketidakmampuan untuk mengandung
sebagai suatu kehilangan yang bermakna. Kebanyakan orang melihat menopause sebagai langkah pertama untuk masuk ke usia
tua dan menghubungkannya dengan hilangnya kecantikan. Budaya barat menghargai
masa muda dan kecantikan fisik, sementara orang tua menderita akibat kehilangan
status, fungsi serta peran (Bobak, 2005). Aspek psikologis yang terjadi pada
lansia atau wanita menopause amatlah
penting peranannya dalam kehidupan sosial lansia terutama dalam menghadapi
masalah-masalah yang berkaitan dengan pensiun, hilangnya jabatan atau pekerjaan
yang sebelumnya sangat menjadi kebanggaan sang lansia tersebut. Berbicara
tentang aspek psikologis lansia dalam pendekatan eklektik holistik, sebenarnya tidak dapat dipisahkan
antara aspek organ biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dalam
kehidupan lansia (Varney, 2007).
Varney (2007), mengatakan beberapa gejala psikologis yang menonjol
pada saat menopause terjadi adalah mudah tersinggung, sukar
tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension),
cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena
menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa kehilangan femininitas
karena fungsi reproduksi yang hilang saat mereka menopause. Beberapa keluhan
psikologis yang merupakan tanda dan gejala menopause yaitu : ingatan menurun, kecemasan, mudah
tersinggung, stress bahkan ada yang sampai menjadi depresi.
Ingatan menurun merupakan gejala yang terlihat sebelum menopause,
wanita dapat mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause
terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang
sederhana, padahal sebelunnya secara otomatis langsung ingat (Varney, 2007). Kecemasan
merupakan keluhan yang dirasakan wanita setelah
menopause. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya
kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah
dikhawatirkan. Kecemasan pada wanita yang telah
menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada wanita yang cemas dan
dapat tenang kembali setelah mendapatkan dukungan dari orang sekitar, namun ada
juga yang terus menerus cemas, meskipun orang-orang sekitar telah memberi
dukungan. Akan tetapi ada juga wanita yang telah mengalami menopause tidak
mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya saat melewati masa
menopausenya (Varney, 2007).
Mudah tersinggung merupakan gejala yang lebih mudah dilihat
dibandingkan dengan kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya
dianggap tidak mengganggu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause
maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang berlangsung
dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku
orang-orang disekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut
dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya
(Varney, 2007).
Ketegangan perasaan atau stress pada saat berada dalam lingkungan
pekerjaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga bahkan menyusup ke dalam
tidur. Kalau tidak ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi
produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, yang artinya
kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam. Stress tidak hanya memberikan
dampak negatif, tetapi dapat juga memberikan dampak yang positif. Dampak
negatif dan positif itu tergantung pada bagaimana individu memandangnya dan
mengendalikannya. Stress adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya
diluar kemampuan seseorang, oleh karena itu stress sangat individual sifatnya. Depresi
yang dialami oleh wanita menopause sering disebabkan karena mereka merasa sedih
karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi,
sedih karena kehilangan kesempatan punya anak, sedih karena kehilangan
daya tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai
wanita dan harus menghadapi masa tuanya (Varney, 2007).
2.5.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi menopause
Menurut Blackburn dan
Davidson (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi menopause adalah:
a. Umur sewaktu mendapat
haid pertama kali (menarch)
Beberapa penelitian
menemukan hubungan antara umur pertama mendapat haid pertama dengan umur
sewaktu memasuki menopause. Semakin mudaumur sewaktu mendapat haid pertama
kali, semakin tua usia memasuki menopause.
b.
Kondisi kejiwaan dan pekerjaan
Ada peneliti yang
menemukan pada wanita yang tidak menikah dan bekerja,umur memasuki menopause
lebih muda dibandingkan dengan wanita sebayayang tidak bekerja dan menikah.
c.
Jumlah anak
Ada peneliti yang
menemukan, makin sering melahirkan, makin tua baru memasuki menopause.
Kelihatannya kenyataan ini lebih sering terjadi pada golongan ekonomi
berkecukupan dibandingkan pada golongan masyarakatekonomi kurang
mampu.Penggunaan obat-obat Keluarga Berencana (KB)Karena obat-obat KB memang
menekan fungsi hormon dari indung telur,kelihatannya wanita yang menggunakan
pil KB lebih lama baru memasukiumur menopause.
d.
Merokok
Wanita perokok
kelihatannya akan lebih muda memasuki usia menopause dibandingkan dengan wanita
yang tidak merokok.
e.
Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari
pemukaan laut
Wanita yang tinggal di
ketinggian lebih dari 2000-3000 m dari permukaanlaut lebih cepat 1-2 tahun
memasuki usia menopause dibandingkan denganwanita yang tinggal di ketinggian
< 1000 m dari permukaan laut.
f.
Sosio-ekonomi
Menopause juga dipengaruhi oleh faktor status
sosio-ekonomi, di samping pendidikan dan pekerjaan suami. Begitu juga hubungan
antara tinggi badandan berat badan wanita yang bersangkutan termasuk dalam
pengaruh sosio-ekonomi.
2.5.6 Pilihan Pengobatan Untuk Menopause
Pengobatan yang paling sering digunakan untuk
menghilangkan gejala-gejala menopause dan mengurangi resiko masalah kesehatan
dimasa depan adalah terapi sulih hormone (hormone replacement therapy, HRT).
Akan tetapi, seperti yang mungkin anda dengar, ada beberapa risiko yang mungkin menyertai pengobatan HRT,
khususnya jika digunakan untuk jangka waktu yang lama.
·
Peningkatan resiko tersamar: Kanker payudara, masalah penyumbatan pembuluh darah (misalnya
stroke), penyakit jantung koroner.
·
Penurunan resiko tersamar: kanker kolorektal (usus besar), osteoporosis, dan patah tulang.
Kita dapat mengetahui lebih detail tentang
pilihan-pilihan ini dalam bagian penanganan menopause, diantaranya adalah:
1. Perubahan gaya Hidup
·
Pola makan yang sehat dan seimbang
·
Olah raga (missal: latihan ketahanan tubuh,
jalan kaki, atau jogging)
·
Menghindari hal hal yang dapat memicu timbulnya
gejala
2.
Pengobatan berbasis Hormon
·
HRT (Terapi Esterogen Tunggal) pemberian
estrogen dengan dosis harian rendah dan cocok untuk wanita yang menjalani
Histerektomi sehingga tidak lagi memiliki rahim.
·
HRT kombinasi digunakan untuk wanita yang masih
memiliki rahim.
·
Fitoestrogen (zat kimia alami yang diperoleh
dari makanan herbal)
·
Testosteron
3.
Terapi Komplementer
·
Obat-obatan herbal
·
Homeopati
·
Hypnosis
·
Refleksiologi
·
Akupuntur
·
Aroma terapi dan,
·
Yoga
4.
Pengobatan Menorrhagia (menstruasi teratur
tetapi sangat banyak, yang dialami oleh banyak wanita pada saat menjelang
menopause)
·
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
·
Terapi progesterone tunggal (Mirena)
5.
Pengobatan untuk gejala psikologis
·
Psikoterapi , konseling
·
Obat obatan antidepresan
6.
Pengobatan untuk gejala urogenita
·
Gejala fisik yang mempengaruhi sistem saluran
kemih dan organ genital
·
Pelican / pelembab vagina
·
Obat obatan untuk mengatasi ketidak mampuan
untuk mengendalikan inkontinensia
·
Antibiotika
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1.
Anatomi sistem
reproduksi wanita terdiri dari dua bagian yaitu organ reproduksi eksterna dan
interna. Sistem reproduksi eksterna
terdiri dari mons veneris, labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum dan
perineum), sedangkan sistem reproduksi interna terdiri atas vagina, uterus,
serviks, tuba fallopii dan ovarium.
2.
Menstruasi
merupakan peristiwa meluruhnya dinding rahim. Ada beberapa fase yang terjadi
yaitu fase menstruasi, fase proliferasi, fase sekresi/luteal dan fase
iskemi/premenstrual di mana fase-fase tersebut berhubungan dengan sekresi
hormon estrogen, progesteron dan LH serta FSH.
3.
Menopause
adalah masa setelah satu tahun berhentinya menstruasi/haid yang disebabkan oleh
menurunnya produksi hormon estrogen dan progesteron di ovarium
dan berakhirnya masa reproduksi seorang wanita.
DAFTAR
PUSTAKA
Baziad A. 2003.
Osteoporosis. Menopause dan Andropause; Sarwono Prawirihardjo. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka.
Bobak, Irine. 2004. Buku Saku
Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Ganong, W. F. 2008. Fisiologi
Kedokteran edisi ke-20. Terjemahan: H. M. D
Widjajakusumah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Widjajakusumah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Glasier, A.,
& Gebbie, A. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi (Edisi 4).
Cet. Pertama. Jakarta : EGC. 2006
Hani, Ummi.
dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta:
Salemba Medika
Kartono. 2007. Psikologi
Wanita 2, Mengenal Wanita
Sebagai Ibu dan Nenek.
Bandung: Mandar Maju
Kasdu, D. 2004. Kiat Sehat dan
Bahagia di Usia Menopause. Cet. Pertama. Jakarta: Puspaswara.
Manuaba, dkk. 2006. Buku Ajar
Patalogi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Cetakan I. Penerbit Buku
Kedokteran . Jakarta : EGC
Manuaba, I.B.G. 1998.
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998.
Sinopsis Obstetri : Obstetric Fisiologi, Obstetric Patologis. Jakarta:
EGC.
Prawiroharjo, S. dan Wiknjosastro.
1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Shimp, L. A.,
& Smith, M. A. 2000. Common Problems in Women,s Health Care
International Edition. Singapore : McGraw – Hill Book Co.
Suzannec S. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddarth. Vol.2 Ed.8, Jakarta: EGC.
Sistem reproduksi tidak bersifat vital artinya tanpa adanya proses reproduksi makhluk hidup tidak mati. Akan tetapi bila makhluk tidup tidak dapat bereproduksi maka kelangsungan generasi makhluk hidup tersebut terancam punah, karena tidak dapat dihasilkan keturunan (anak). Sistem reproduksi manusia tentunya berbeda pada pria dan wanita. Sistem reproduksi wanita sangat bertanggungjawab terhadap adanya generasi selanjutnya karena di dalam rahimnya terjadi perkembangan janin hasil fertilisasi. Hal tersbut didukung dengan adanya organ-organ penyusun sistem reproduksi yang mempunyai fungsi penting.
ReplyDeleteterimakasih (:
ReplyDelete